WahanaNews.co | Ketua Dewan Pimpinan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mengatakan bahwa bangsa Indonesia saat ini tengah menghadapi persoalan fundamental.
Ia pun menyebut, solusi yang ditempuh untuk melakukan perubahan tersebut juga harus secara fundamental.
Baca Juga:
Ditempatkan di Komite II, Komeng Bingung: Berharap Seni Budaya, Kok Jadi Pertanian?
"Jika kita ingin melakukan perubahan untuk Indonesia yang lebih baik, maka kita harus melihat dengan jernih, bahwa persoalan yang kita hadapi adalah persoalan Fundamental. Maka, jalan keluar yang dilakukan juga harus Fundamental," ujar LaNyalla di Jakarta beberapa waktu lalu.
Senator asal Jawa Timur itu menegaskan, salah satu persoalan Fundamental tersebut adalah Oligarki Ekonomi yang semakin membesar dan menyatu dengan Oligarki Politik untuk menyandera kekuasaan.
"Dan jalan keluar Fundamental yang harus kita lakukan adalah mengakhiri Rezim Oligarki Ekonomi dan pastikan Kedaulatan ada di tangan rakyat. Bukan melalui Demokrasi Prosedural yang menipu," tegasnya.
Baca Juga:
ReJO Pro Gibran Ucapkan Selamat atas Terpilihnya Sultan Nadjamuddin jadi Ketua DPD RI
Tak hanya itu, LaNyalla juga menegaskan bahwa konstitusi wajib dikembalikan kepada semangat dan spirit suasana kebatinan para pendiri bangsa.
"Bahwa Undang-Undang Dasar Naskah Asli 1945 harus disempurnakan memang betul. Tetapi tidak diubah total menjadi Konstitusi yang sama sekali baru dan sudah tidak nyambung lagi dengan nilai-nilai Pancasila yang merupakan nilai dasar bangsa ini," paparnya.
Ia pun mengungkapkan, beberapa waktu lalu ia telah bersilaturahmi dengan mantan Wakil Presiden, Try Sutrisno.
"Beliau mengatakan kepada saya bahwa beliau tahu kakek saya, Pak Mattalitti, turut berjuang dalam Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya. Maka beliau memberi amanat, sekaligus wasiat kepada saya untuk membenahi Konstitusi Negara yang telah menyimpang jauh dari tujuan para pendiri bangsa," ungkapnya.
LaNyalla pun dengan tegas menyatakan negara telah meninggalkan Pancasila sebagai grondslag bangsa.
"Sejak Amandemen Konstitusi tahun 1999 hingga 2002, kita semakin terang benderang dan tanpa malu-malu lagi menjadi negara yang sekuler, liberal dan kapitalis. Dan tanpa kita sadari, pandangan hidup dan cara berpikir serta perilaku kita telah berubah secara mendasar, yang merupakan antistesa dari nilai-nilai Pancasila," paparnya.
Ia melanjutkan, negara telah meninggalkan mazhab ekonomi Pemerataan dengan mengejar Pertumbuhan Domestik Bruto yang berbanding lurus dengan Tax Rasio.
"Kita juga telah meninggalkan perekomian yang disusun atas azas kekeluargaan, dan membiarkan ekonomi tersusun dengan sendirinya oleh mekanisme pasar. Sehingga negara memilih melakukan subsidi dengan memberikan program BLT-BLT untuk mengatasi kemiskinan, yang celakanya terbukti tidak tepat sasaran," katanya.
Dengan alasan tersebut, LaNyalla mengatakan pembenahan Konstitusi adalah jalan keluar fundamental yang harus dilakukan.
"Kita harus kembali kepada sistem bernegara yang sesuai dengan Watak Dasar dan DNA Asli bangsa ini, yang telah dirumuskan oleh para pendiri bangsa kita," terangnya.
Yaitu, kata dia, sistem utuh yang mewadahi semua elemen bangsa sebagai wujud keterwakilan kedaulatan rakyat.
"Bukan sistem yang menyerahkan masa depan bangsa ini hanya kepada Partai Politik. Harus ada elemen non-partisan yang ikut menentukan arah perjalanan bangsa," pungkasnya. [qnt]