WAHANANEWS.CO, Jakarta - Sejak penahbisannya sebagai uskup Surabaya pada 22 Januari lalu, "sorot lampu" terus mengarah kepada Monsinyur Agustinus Tri Budi Utomo.
Selain gaya kepemimpinannya, pribadi rohaniwan 56 tahun yang karib disapa MoDik—kependekan dari Monsinyur Didik (dulu kependekan dari Romo Didik)—itu juga menuai perhatian.
Baca Juga:
Negara Tak Boleh Kalah, DPR Minta 'Denda Pagar Laut' Rp 48 Miliar Segera Ditagih
Terutama, cara dia mengapresiasi dan mengaktualisasikan kasih Kristus lewat seni.
Dalam semangat Tahun Yubileum 2025, Gereja Katedral Hati Kudus Yesus Surabaya mengajak umat untuk lebih mengenal pribadi humanis Monsinyur Didik. Karena itulah sejak 25 Februari hingga 23 Maret nanti, Aula Maria di kompleks katedral disulap menjadi galeri.
Sebanyak 18 lukisan karya Monsinyur Didik menghiasi dinding-dindingnya. Ya, tokoh kelahiran Pandansari, Ngawi, itu adalah gembala yang juga pelukis.
Baca Juga:
12 Tahun Bersekolah tapi Tak Bisa Membaca, Aleysha Ortiz Gugat Sekolahnya
Bishop’s Love Affair diusung sebagai tema pameran lukisan perdana di kompleks katedral Surabaya tersebut. Umat dan pengunjung bisa menemukan sekaligus menyelami beragam ekspresi cinta Monsinyur Didik di sana.
Pada Selasa (25/2/2025) sore, Monsinyur Didik membuka langsung pameran untuk umum tersebut setelah memimpin misa.
“Bapa Uskup (Monsinyur Didik, Red.) telah bermurah hati dan membuka diri kepada kita lewat karya-karya seninya. Melalui pameran ini, gereja pun membuka diri untuk menyapa dan mengasihi sesama sebagai manusia,” ucap Art Director Bishop’s Love Affair Aris Utama usai pembukaan pameran.
Lukisan-lukisan dalam Bishop’s Love Affair bukan sekadar karya artistik, tetapi juga refleksi spiritual.
Melalui karya-karyanya, Monsinyur Didik menyampaikan perjalanan batinnya sebagai pemimpin.
Dalam karya seninya pula, Monsinyur Didik mengabadikan dua tokoh yang menjadi teladannya selama ini.
Mereka adalah Monsinyur Vincentius Sutikno Wisaksono dan Paus Fransiskus. Kini, dua lukisan tentang dua tokoh inspiratif tersebut menghiasi galeri.
Melalui goresan warna di kanvas, Monsinyur Didik membagikan kasih Kristus kepada manusia.
Dengan tegas, dia menyatakan tidak akan pernah lelah membagikan kasih Kristus, sebab Kristus sudah lebih dulu mengasihinya. Hal tersebut selaras dengan prinsip yang selalu dia pegang teguh, diligere sicut Christus dilexit.
Kalimat yang artinya mencintai seperti Kristus telah mencintai itu menjadi landasan kepemimpinan Monsinyur Didik. Khususnya, semenjak dia menjadi orang nomor satu di Keuskupan Surabaya.
Bagi panitia penyelenggara pameran, diligere sicut Christus dilexit bukan sekadar ungkapan iman belaka, melainkan juga sebuah panggilan.
“Sebagai seorang gembala, Monsinyur Didik tidak hanya membimbing umat dengan kata-kata dan tindakan, tetapi juga dengan sapuan kuas yang penuh makna,” ungkap Art Vice Director Bishop’s Love Affair, RP Andreas Kurniawan, OP.
Tidak hanya lukisan, Bishop’s Love Affair juga memamerkan Coat of Arms atau Lambang Kepemimpinan Bapa Uskup. Lebih dari sekadar simbol heraldik, lambang kepemimpinan tersebut juga merupakan deklarasi spiritual.
Setiap elemen dalam logo tersebut mengandung pesan tentang arah, panggilan, dan komitmen pelayanan dalam menggembalakan umat Keuskupan Surabaya.
“Kita diajak menyadari bahwa kasih adalah panggilan utama setiap orang beriman. Kasih bukan sekadar emosi, melainkan sebuah komitmen, sebuah perjalanan yang mengubah hati,” tandas Agustina Wariky, ketua pelaksana pameran.
[Redaktur: Zahara Sitio]