WahanaNews.co | Peneliti di Pusat Riset Antariksa Lapan (BRIN), Thomas Djamaluddin menjelaskan perbedaan tanggal penentuan hari pertama puasa atau hari pertama Ramadhan antara pemerintah dan Muhammadiyah.
Ia mengatakan perbedaan itu bukan karena perbedaan hisab dan rukyat, namun sebab perbedaan kriteria.
Baca Juga:
Fenomena Vorteks di Samudra Hindia Ubah Pola Musim Kemarau Indonesia
"Jadi akar masalahnya bukan karena perbedaan hisab dan rukyatnya, tetapi karena perbedaan kriteria," kata astronom itu secara daring, Rabu (23/3).
Thomas mencontohkan sempat ada perbedaan pada hari raya Idulfitri pada 1998.
Meskipun dilakukan sesama ahli rukyat dari organisasi Nahdlatul Ulama, namun antara NU Jawa Timur dan PBNU berbeda hasilnya.
Baca Juga:
Profesor Marsudi Ungkap, Ia Dipecat dari Rektor UP karena Fitnah
Ia mengatakan saat itu NU Jawa Timur memutuskan Idulfitri jatuh pada 29 Januari 1998, sedangkan PBNU menetapkan sesuai isbat, yaitu 30 Januari 1998.
Hal tersebut, menurutnya, terjadi karena PBNU menolak kesaksian di wilayah Cakung dan Bawean.
"Yang di Jawa Timur itu mendasarkan pada asal teramati saja walaupun sebenarnya nyatanya bulan itu di bawah 2 derajat, itu ketinggiannya hanya 1 derajat lebih, sedangkan PBNU mengatakan kalau bulan itu di bawah 2 derajat, itu tidak mungkin bisa diamati, sehingga kalau ada hasil rukyat itu ditolak," katanya.