WahanaNews.co | Ahmad Syafii Maarif, atau Buya Syafii, menyampaikan rasa
kekhawatirannya soal kondisi bangsa Indonesia jelang peringatan 100 tahun kemerdekaannya pada 2045 mendatang.
Ia khawatir, Indonesia
malah akan menjadi keping neraka ketika menginjak usia 100 tahun itu.
Baca Juga:
Percepat Target Transisi Energi, PLN Siap Kembangkan Sejumlah Skenario Agresif
"Kalau ini begini terus, apakah ada harapan untuk anak-cucu kita?
Apakah mereka nanti mendapat hanya ampasnya saja? Itu nanti seperti keping
surga yang dipindah ke muka bumi, seperti
pindah ke keping neraka," kata Buya Syafii, dalam
acara peluncuran buku Bernegara Hukum
Tanpa Budaya Malu, dikutip Jumat (12/2/2021).
Buya kemudian menjelaskan sejumlah
alasan di balik kekhawatirannya tersebut. Mulai dari penegakan hukum yang tidak
berjalan dengan baik, hingga maraknya kasus korupsi.
"Para advokat, 80 persen itu terlibat dengan mafia hukum. Coba bayangkan itu, 80 persen dari ribuan advokat itu, terlibat
dalam mafia. Saya ingat juga akan ucapkan M Yamin ya, kan dia seorang ahli bahasa, ahli hukum dan politikus," kata Buya.
Baca Juga:
Percepat Target Transisi Energi, PLN Siap Kembangkan Sejumlah Skenario Agresif
"Tapi, kadang-kadang
dia bicara hukum sembrono. Dia katakan, hukum itu diciptakan untuk dilanggar. Ini kan mungkin maksudnya
guyon, tapi jadi repot, dan itu yang terjadi di Indonesia
ini," tambah Buya.
Eks Ketua Umum PP Muhammadiyah itu
kemudian menyebut, jika Indonesia berada di benua Afrika, sudah dipastikan
sejak lama Indonesia menjadi negara gagal.
"Kalau Indonesia ini terletak di
selatan Sahara Afrika, kita sudah lama gulung tikarnya. Sudah lama sekali
menjadi negara gagal kita ini," ucap Buya Syafii.
"Tapi, karena kita
terletak di kawasan Khatulistiwa, alamnya ini masih dermawan. Walau sudah dirusak hampir separuh,
tetapi masih juga memberi harapan, karena kekayaan laut kita, walau ikan dicuri. Banyak
persoalan, belum lagi korupsi," tambah dia.
Buya mengaku prihatin dengan banyaknya
kasus korupsi di Indonesia. Sejak medio 1970 hingga 2021, perkara korupsi terus meningkat dan menyebabkan negara merugi
triliunan.
"Saya masih ingat, awal 70-an itu, Pertamina terlibat mega korupsi
sebesar 12 miliar dolar. Tapi waktu
itu dikritik Mochtar Lubis almarhum, yang punya koran Indonesia Raya yang galak itu. Itu kan enggak ada penyelesaiannya, walau kemudian diambil alih oleh Presiden, enggak selesai itu," ucap Buya.
"Terus BLBI enggak selesai,
Lapindo itu merusak, begitu juga Bank Bali, terakhir yang hebat ada Jiwasraya, sebelum
itu ada lembaga asuransi Bumi Putra hancur berantakan, Asabri juga begitu. Ini
bagaimana?" tutur Buya.
Buya menyebut, jika para
pengambil kebijakan tidak mau mendengar masukan dari ahli dan masyarakat, maka
saat memasuki usia 100 tahun nanti, masalah Indonesia akan semakin
rumit.
"Kalau gini terus, saya khawatir
betul, kalau peringatan gak didengar
oleh pengambil keputusan, oleh negara, Presiden, Menteri, saya rasa kita menghadapi masalah yang mahaberat
menghadapi sebelum 100 tahun Indonesia mereka. Itu enggak lama
lagi," tutur Buya. [dhn]