WahanaNews.co | KH Emha Ainun Najib atau Cak Nun menanggapi cicitan Permadi Arya
alias Abu Janda yang menyebut Islam adalah agama arogan.
Sebelumnya, Cak Nun menggarisbawahi,
ada dua prinsip yang dia gunakan dalam tanggapannya.
Baca Juga:
Soal Islamofobia, Mahfud MD: Yang Bilang Itu Abu Janda Bukan Pemerintah
Cak Nun mengikuti apa yang Sayyidina
Ali pernah katakan, yaitu tidak penting orang yang mengucapkan tapi yang
terpenting adalah perkataannya.
"Tuhan mengatakan, janganlah kebencianmu kepada seseorang menjadikanmu berbuat tidak
adil. Itu juga berarti, janganlah kecintaanmu atau
persahabatanmu dengan seseorang membuat kamu bersikap tidak adil. Nah, ini
harus saya patuhi. Jadi, apa yang saya ucapkan, bukan
karena benci atau tidak," kata Cak Nun, dalam video bertajuk Abu Janda, Abu Bakar, Abu Gosok di kanal
YouTube CakNun.com.
Ada beberapa hal yang Cak Nun soroti
dalam cicitan Abu Janda.
Baca Juga:
Abu Janda Sebar Hoax Anies soal ACT, Bamus Betawi: Provokasi!
Pertama, sebelum membahas Islam adalah
agama arogan, sebaiknya perlu mengetahui apa yang dimaksud agama dan Islam.
"Sekarang saya tanya, yang dimaksud agama itu apa? Sasarannya ke manusia atau ke Tuhan?
Kemudian, arogan itu bisa muncul karena apa?" ujar dia.
Cak Nun menjelaskan, Islam tidak bisa disebut arogan, lantaran
Islam adalah nilai.
Islam adalah sistem berpikir dan
sistem sosial, atau suatu alat yang bisa digunakan
manusia atau tidak.
"Yang bisa arogan adalah manusia. Jadi, yang
dimaksud arogan (itu), kepada siapa? Habib, kiai, atau siapa?" ujar dia.
Cak Nun juga mengkritik penggunaan
kata kearifan lokal yang disebut Abu Janda.
Arif berasal dari kata arafa ya"rifu. Kearifan adalah sesuatu
yang sudah diarifi, didalami, dipelajari, dan dianalisis, sehingga disebut kearifan yang wilayahnya lokal.
Kata lokal pun, kata dia, juga sebenarnya bersifat universal, karena
lokal lahir dari manusia, tidak dari suatu budaya.
Menurut Cak Nun, Abu Janda belum
mempelajari secara luas kata-kata itu. Dia hanya menggunakannya berdasarkan
pengalaman sekilas terhadap Alquran atau nilai yang dia dengar.
"Saya tidak persoalkan ini melanggar
hukum atau menghina. Yang jelas, saya melurusi, apa yang kamu maksud kearifan lokal
itu? Bahwa orangtua menyayangi anaknya, atau
seorang anak mencium tangan, itu kan kearifan lokal. Jadi, apa yang disebut kearifan lokal
menurut kamu?" ucap dia.
Cak Nun mengatakan, kalimat yang digunakan oleh Abu Janda, salah
penggunaannya.
Ada kemungkinan, yang dimaksud adalah sesuatu yang spesifik, sehingga berakibat menyakiti banyak orang.
Jika sudah berurusan dengan menyakiti
orang, Abu Janda harus menanggung akibatnya.
Bisa berupa sekadar risiko sosial, atau hukuman negara.
Dari kejadian ini, Cak Nun menyarankan
agar masyarakat terlebih dahulu berpikir sebelum berbicara.
Sebab, apa yang sudah diucapkan, harus bisa dipertanggungjawabkan secara makna, harfiah, atau
historis.
"Saya tidak mengecam siapa pun.
Sekarang kita sedang dikepung Covid-19, saya kira pelajaran nomor satu itu
kewaspaadaan, atau dalam bahasa Arab disebut taqwa. Takwa itu hanya bisa dilakukan kalau Anda dzikir. Jadi, Anda ingat supaya waspada, dan
supaya waspada Anda harus ingat. Ini selalu berputar," kata dia. [qnt]