WAHANANEWS.CO, Jakarta - Organisasi Relawan Nasional MARTABAT Prabowo–Gibran merespons perhatian publik terhadap rencana dan pelaksanaan program Waste to Energy (WTE) nasional yang dijalankan Danantara.
MARTABAT menegaskan bahwa program strategis pengolahan sampah menjadi energi ini harus dijalankan dengan tata kelola yang bersih, transparan, dan berintegritas, sejalan dengan visi kepemimpinan Prabowo–Gibran yang menempatkan kepentingan rakyat dan keberlanjutan lingkungan sebagai prioritas utama.
Baca Juga:
Danantara Tegaskan Dukungan Penuh untuk Penguatan Sport Tourism Nasional
Ketua Umum Organisasi Relawan Nasional MARTABAT Prabowo–Gibran, KRT Tohom Purba, memandang WTE bukan hanya proyek infrastruktur atau bisnis energi, melainkan kebijakan strategis negara yang menyentuh langsung persoalan lingkungan, kesehatan publik, dan martabat pengelolaan sumber daya nasional.
Ia menilai prinsip good corporate governance (GCG) wajib menjadi fondasi utama agar program WTE benar-benar memberi manfaat jangka panjang, bukan justru menimbulkan masalah baru.
Menurutnya, keberhasilan WTE sangat ditentukan oleh kualitas tata kelola dan proses penunjukan mitra.
Baca Juga:
Eksekusi Strategi Prabowo, Pertamina Mulai “Cuci Gudang” Anak Usaha
"Proyek strategis negara tidak boleh tercemar oleh kepentingan sempit maupun praktik yang berpotensi merugikan publik. WTE adalah simbol keseriusan negara mengatasi krisis sampah dan krisis energi sekaligus. Karena itu, tidak boleh ada ruang bagi mitra bermasalah atau praktik yang mengabaikan integritas,” ujar Tohom, Rabu (17/12/2025).
Tohom menilai, kepemimpinan Prabowo–Gibran membawa standar baru dalam pengelolaan proyek nasional, yakni keberanian menegakkan disiplin tata kelola dan memastikan setiap kebijakan berdampak nyata bagi rakyat.
Ia menekankan bahwa Danantara harus berdiri sebagai institusi profesional yang bekerja berdasarkan merit, transparansi, dan akuntabilitas.
“MARTABAT Prabowo–Gibran memandang WTE sebagai proyek martabat bangsa. Jika tata kelolanya lemah, maka yang rusak bukan hanya proyeknya, tetapi kepercayaan publik,” tegasnya.
Lebih jauh, Tohom yang juga Pengamat Energi dan Lingkungan ini mengatakan bahwa WTE memiliki potensi besar sebagai solusi berkelanjutan bagi persoalan sampah perkotaan sekaligus sumber energi alternatif.
Namun potensi tersebut hanya akan tercapai jika aspek lingkungan, teknologi, dan ekonomi dikelola secara seimbang.
“WTE harus ramah lingkungan, efisien secara ekonomi, dan berpihak pada kepentingan masyarakat. Jangan sampai teknologi yang dipilih justru menimbulkan dampak ekologis baru atau beban fiskal di masa depan,” jelasnya.
Dalam pandangan Tohom, pengalaman masa lalu di sektor BUMN harus dijadikan pelajaran berharga. Ia menilai setiap keputusan strategis, termasuk pemilihan mitra WTE, wajib melalui uji kelayakan yang ketat dan terbuka.
“Kita tidak boleh mengulang kesalahan lama. Di era Prabowo–Gibran, proyek negara harus dijalankan dengan kehati-hatian, profesionalisme, dan visi jangka panjang,” katanya.
Tohom juga menyebutkan bahwa WTE harus diposisikan sebagai bagian dari agenda besar transisi energi dan perbaikan kualitas hidup masyarakat.
Ia menilai keberhasilan program ini akan menjadi tolok ukur keseriusan negara dalam mengelola sampah secara modern dan beradab.
“Jika dikelola dengan benar, WTE bisa mengubah wajah kota, memperbaiki kesehatan lingkungan, dan menciptakan nilai ekonomi baru. Inilah esensi martabat dalam kebijakan publik,” pungkasnya.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]