WahanaNews.co |
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, mengatakan,
terjadi perbudakan modern (modern slavery)
di PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN terhadap pekerja alih daya (outsourcing).
Hal ini lantaran berbagai
kebijakan PLN tak membuat karyawan outsourcing
sejahtera.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
Said memaparkan, setidaknya
ada empat hal yang membuktikan bahwa telah terjadi perbudakan modern di PLN.
Pertama, pekerjaan yang
diberikan tumpang tindih.
"Jadi campur aduk,
seenak-enaknya. PLN ini seenak-enaknya. Dibiayai oleh pajak rakyat, tapi
memperbudak rakyat," ucap Said, dalam konferensi pers, Kamis (10/6/2021)
lalu.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
Kedua, buruh outsourcing bekerja di vendor (agen). Namun, mereka mendapatkan
perintah kerja dari Direksi PLN.
"THR-nya, misalnya,
dibayar di bawah ketentuan menteri. Negara macam apa ini? PLN sudah kelewatan
ini," imbuh Said.
Ketiga, lembur atau kelebihan
jam kerja tidak dibayarkan. Sementara, pekerja outsourcing seringkali menjadi garda terdepan jika ada kerusakan
listrik di suatu daerah.
"Negara macam apa ini?
PLN sudah kelewatan ini," ucap Said.
Keempat, ada instruksi yang
diberikan Direksi PLN di luar kontrak yang diteken perusahaan dengan vendor.
Artinya, PLN memberikan
pekerjaan di luar kontrak dengan vendor.
"Jahanam sekali ini
PLN," katanya.
Kelima, pembayaran Tunjangan Hari
Raya (THR) tak sesuai aturan yang berlaku dalam 10-15 tahun terakhir.
Selain itu, Said mengklaim,
pembayaran THR oleh PLN juga tak sesuai dengan Surat Edaran (SE) Menteri
Ketenagakerjaan Nomor M/6/HK.04/IV/2021 tentang Pelaksanaan Pemberian THR
Keagamaan Tahun 2021 Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan, dan Peraturan Pemerintah
Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
"THR yang diterima oleh
seluruh outsourcing PLN di seluruh
Indonesia tidak sesuai aturan, baik PP 78 Tahun 2015, SE Menteri Ketenagakerjaan,
maupun aturan yang selama ini berlaku hampir 10-15 tahun terakhir," kata
Said.
Untuk itu, Said mengatakan,
buruh outsourcing PLN mengancam mogok
nasional dalam waktu dekat.
Sebelum mogok, buruh outsourcing akan melakukan aksi nasional
terlebih dahulu di Kantor Pusat PLN.
Jika aksi nasional ini tak
memberikan jalan keluar yang diharapkan pekerja outsourcing PLN, maka baru dilakukan mogok nasional.
Aksi nasional rencananya akan
dilakukan pertengahan bulan ini. Dalam aksi tersebut, ada beberapa tuntutan
untuk PLN.
Pertama, pecat Direksi dan Komisaris
PLN.
Kedua, cabut Peraturan Direksi
(Perdir) PLN terkait pembayaran THR 2021.
Said meminta, PLN kembali
memasukkan tunjangan kinerja dan tunjangan delta sebagai komponen THR 2021.
Ketiga, kembalikan
kesepakatan antara Kementerian BUMN saat dinakhodai Dahlan Iskan dengan DPR
terkait pekerja outsourcing yang bisa
diangkat menjadi karyawan tetap setelah bekerja lebih dari lima tahun.
Keempat, buat perjanjian
kerja bersama antara pekerja outsourcing
dengan PLN terkait status karyawan.
Kelima, meminta DPR memanggil
Direksi PLN untuk membayar THR karyawan outsourcing
sesuai ketentuan.
Vice President Hubungan
Masyarakat PLN, Arsyadany G Akmalaputri, mengatakan, pihaknya mematuhi
ketentuan yang berlaku sesuai dengan Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan.
Hal ini termasuk urusan THR
kepada pegawai outsourcing.
"Dalam hal pembayaran
THR, PLN memastikan telah memenuhi segala kewajiban yang diatur dalam Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan dan Peraturan Menteri
Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang THR Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di
Perusahaan," ungkap Arsyadany, dalam keterangan resmi, Kamis (10/6/2021)
lalu.
Menurutnya, permasalahan THR
dan pengupahan pekerja vendor
merupakan ranah hubungan industrial antara pekerja vendor dengan perusahaan pekerja.
Artinya, hal ini bukan
menjadi urusan PLN. [dhn]