WahanaNews.co | Pembangunan Jurassic Park di Pulau Rinca, Nusa
Tenggara Timur (NTT), sebagai kelanjutan dari proyek wisata premium di
Taman Nasional (TN) Komodo, telah menuai polemik di masyarakat.
Konsep wisata ala Jurassic Park ini dianggap dapat merusak habitat asli komodo
di pulau konservasi Komodo.
Menanggapi
hal tersebut, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal NTT, Angelo Wake Kako, menilai, pembangunan Taman Nasional Komodo (TNK) di Labuan
Bajo, NTT, menjadi wisata super premium justru berpotensi
memusnahkan komodo dari habitatnya.
Baca Juga:
Pertamina Patra Niaga Salurkan Bantuan ke 7 Posko Erupsi Gunung Lewotobi
"Itu
komodo hidupnya di alam terbuka dan tidak pernah membutuhkan bangunan mewah
atau ber-AC di sekitarnya, sehingga konsep pembangunan yang saat ini mulai
dijalankan, seperti di Pulau Rinca dapat merusak lingkungan dan komodo sendiri
akan musnah dari habitatnya," ujar Angelo.
Menurut
Angelo, pembangunan wisata super premium itu bisa menghilangkan keaslian
kawasan yang selama ini telah nyaman dan cocok dengan kehidupan komodo. Angelo
juga menyebutkan Presiden Joko Widodo beberapa kali melakukan kunjungan kerja
ke NTT, teranyar kunjungan kerja pada 1 Oktober 2020, meninjau pembangunan prasarana yang berada di Kampung
Ujung, Labuan Bajo, Kecamatan Komodo.
Menurutnya,
kunjungan kerja Presiden Jokowi ke NTT selama ini yang sebagian besar
difokuskan di Labuan Bajo sepertinya hanya untuk melapangkan kepentingan bisnis
pemodal besar. Sebab, kata dia, sebagian besar konsep pembangunan Kawasan
Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Labuan Bajo belum menyentuh pariwisata
berbasis komunitas untuk mendongkrak perekonomian masyarakat lokal NTT.
Baca Juga:
Ketum Bhayangkari Juliati Sigit Prabowo, Salurkan Bantuan Untuk Pengungsi Erupsi Lewotobi
"Masa Pak
Jokowi sering turun ke NTT tetapi tidak mampu membaca pikiran dan suasana batin
masyarakat NTT? Ini saatnya untuk pikirkan ulang konsep pengembangan Taman
Nasional Komodo yang lebih ekologis," ujarnya.
Angelo
menambahkan pemerintah harus bertanggung jawab apabila komodo di TNK musnah
dari habitatnya, karena pembangunan wisata super premium yang tengah berjalan
saat ini.
Apalagi,
kata dia, pemegang izin pengelola usaha wisata ini adalah PT Komodo Wildlife
Ecotourism (KWE), PT Segara Komodo Lestari (SKL) dan PT Sinergindo Niagatama.
Ketiganya akan mengelola Pulau Rinca, Pulau Padar, Pulau Tatawa, dan Pulau Komodo
dengan luas konsesi yang berbeda-beda.
Tak hanya
itu, Angelo juga mengkritik kebijakan pemerintah dalam mempersiapkan konsep
KSPN Labuan Bajo yang tidak melihat secara komprehensif NTT secara lebih luas,
terkait dengan arus distribusi barang dan jasa untuk menunjang kebutuhan pasar
yang besar di kawasan tersebut saat ini dan masa datang.
"Coba
dibuka datanya, berapa banyak kebutuhan pangan, misalnya, di Labuan Bajo yang
diambil dari wilayah NTT? Jangan sampai NTT hanya punya nama, tapi yang
mendapat keuntungan besar dari 'multiplier effect'-nya Labuan Bajo, itu daerah
lain, itu yang tidak boleh," katanya.
Angelo
mengingatkan pemerintah pusat atau pemerintah daerah harus duduk bersama
membahas persoalan tersebut, karena harus ada unsur memaksa dari pemerintah
kepada investor.
"Siapa pun
yang hendak berinvestasi di Labuan Bajo agar harus membina dan memberdayakan
masyarakat lokal NTT dan menjadikan mereka sebagai "supplier" kebutuhan
pangan," tegas Angelo.
Pembangunan
wisata super premium TNK ditargetkan rampung pada akhir 2020 dan 202. Sebab,
Labuan Bajo akan menjadi tuan rumah agenda internasional G-20 dan ASEAN Summit
2023. [dhn]