WahanaNews.co |
Informasi-informasi sesat yang berhamburan,
terutama pada media sosial, dapatmempengaruhi cara berpikir generasi muda
Indonesia.
Cara berpikir itu sampai menyebabkan jati diri
bangsa Indonesia dari generasi muda itu tercerabut.
Baca Juga:
Pemprov Sulteng Mulai Latihan Paskibraka untuk HUT RI ke-79 Tahun 2024
Hal itu merupakan ancaman serius yang nyata bagi
Bangsa Indonesia.
Demikian
tutur Anggota Komisi X DPR, Andreas Hugo Pareira, saat menjadi pembicara dalam
Seminar Kebangsaan yang mengusung tema Dengan Semangat Kebangsaan, Menjaga
Tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia di Tengah Arus Globalisasi,
Rabu (2/6/2021).
Seminar
yang berlangsung secara virtual itu terselenggara atas kerjasama Ikatan
Keluarga Alumni (IKA) Universital Katolik Parahyangan (Unpar) dan IKA FISIP
Unpar dalam rangka memperingati Hari Lahir Pancasila.
Baca Juga:
Tokoh Papua Ali Kabiay Mengajak Warga Hindari Provokasi dan Jaga Perdamaian
Andreas
menyampaikan pengalaman pribadinya saat melihat seorang pemuda di Maumere,
Flores.
Pemuda
tersebut tiba-tiba menolak kebiasaan orangtuanya, bahkan tradisi masyarakat
setempat.
"Ada
pengaruh dari luar yang mengakibatkan pemuda itu berubah, bahkan meninggalkan
jati dirinya," ucap Andreas Hugo Pareira.
Salah
satu poin hasil survei Yayasan Gusdurian sekitar 4-5 tahun lalu turut membuat
Andreas khawatir.
Poin
survei itu menunjukkan, hanya 30% generasi muda (usia 30-an) yang mengetahui
dan memahami Pancasila.
"Enggan
membayangkan situasi 5-10 tahun mendatang. Bangsa Indonesia tahu Pancasila,
tapi tak mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari," ucap dia, yang juga
merupakan salah seorang alumnus Unpar.
Andreas
Hugo Pareira mengingatkan, Pancasila mesti tetap menjadi jalan hidup Bangsa
Indonesia.
Dia
menceritakan isi dialog Presiden Republik Indonesia pertama, Soekarno, dengan
pemimpin negara Yugoslavia, Josip Broz Tito.
Soekarno
mengatakan, dirinya tenang setelah menanamkan Pancasila sebagai jalan
hidup Bangsa Indonesia.
Seingat
Andreas Hugo Pareira, dialog itu terjadi menjelang KTT Gerakan Non-Blok di
Beograd.
"Soekarno
bertanya kepada Tito, hal apa yang menjadi kekuatan Bangsa Anda (Yugoslavia).
Tito menjawab, pasukan tentara yang tangguh. Tito balik menanyakan hal sama
kepada Soekarno. Soekarno menjawab, dirinya tak khawatir akan masa depan Bangsa
Indonesia, karena telah menanamkan Pancasila sebagai way of life (jalan
hidup). Kini, Indonesia masih kokoh, sedangkan Yugoslavia telah pecah menjadi
beberapa negara," tutur Andreas.
Menurut
Andreas, pendidikan merupakan hal penting guna merawat Pancasila sebagai jalan
hidup Bangsa Indonesia.
Saat
ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tengah merancang desain pendidikan
karakter dengan tujuan utama membentuk generasi muda mengenal dan memahami
nilai-nilai Pancasila.
Selain
Andreas, terdapat sejumlah pembicara lain, yakni Rektor Unpar, Mangadar
Situmorang; Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto; Pengamat Politik Bonggas, Adi
Chandra; serta Jurnalis Narasi TV, Sharon Margriet.
Gubernur
Jawa Barat, Ridwal Kamil, membuka kegiatan itu dengan sambutan dan pesan
wawasan kebangsaan.
Ketua
Umum IKA Unpar, Ivan P Sadik, serta Ketua Pelaksana Seminar Wawasan Kebangsaan,
Aknolt Kristian Pakpahan,turut menyampaikan sambutan.
Ridwan
Kamis menyampaikan, tekanan arus informasi yang tak terbendung akibat Revolusi
4.0 menjadi persoalan aktual.
Perlu
perekat bagi Bangsa Indonesia, yakni penghayatan Sila ke-3, Persatuan
Indonesia.
Menurut
Ridwan, telah banyak negara hancur karena memaksakan diri berdasarkan
satu agama, satu etnis, atau menjalankan pemerintahan dengan melupakan aspek
keadilan sosial.
Ridwan
mengajak masyarakat Indonesia agar dapat lebih pandai memilah informasi.
Rektor
Unpar, Mangadar Situmorang, mengemukakan, pihaknya senantiasa memberi
pengalaman kepada para alumnus agar menjadi pribadi Pancasilais, nasionalis,
dan berkontribusi aktif bagi Indonesia.
Dia
mengajak perguruan tinggi di Indonesia memberikan pengalaman langsung ihwal
nasionalisme, tak hanya mengedepankan kegiatan akademik maupun riset.
Ketua
pelaksana seminar, Aknolt Kristian Pakpahan, menyampaikan,masyarakat --terutama
generasi muda-- perlu menyadari internalisasi nilai-nilai kebangsaan di tengah
disrupsi-disrupsi sebagai dampak globalisasi dan revolusi industri 4.0 menjadi
hal penting.
Diaberharap,
peringatan Hari Lahir Pancasila dapat menjadi momentum bagi generasi muda agar
memperkuat karakteristik kebangsaan dan identitas nasional, seiring dengan
perkembangan kemampuan Iptek.
Sebanyak
200 peserta mengikuti seminar, terdiri atas mahasiswa, pemuda, dan masyarakat
umum. [dhn]