"Seandainya data ditemukan oleh peretas jahat atau kriminal, dan dibiarkan mengakumulasi data lebih banyak orang, efeknya bisa menghancurkan tingkat individu dan masyarakat," ujar peneliti vpnMentor, seperti dikutip ZDnet.
Tim menambahkan, sejumlah data yang dikumpulkan dari setiap individu yang menggunakan eHAC itu sangat rentan terhadap berbagai serangan dan penipuan.
Baca Juga:
Jadi Korban Bjorka, Anies: Salah Itu Data-datanya
Pelaku dapat memanfaatkan data itu untuk melacak hingga menipu secara langsung yang bisa merugi hingga ribuan dollar.
Selain itu, jika data ini tidak cukup, peretas dapat menggunakannya untuk menargetkan korban dalam kampanye phising melalui email, teks, atau panggilan telepon.
Di samping itu, para peneliti menyarankan kepada pengembang eHAC untuk mengamankan server, menerapkan aturan akses yang tepat, dan memastikan untuk tidak meninggalkan sistem yang terbuka di internet.
Baca Juga:
Akui Ulah Bjorka, Mahfud MD: Kebetulan Bukan Data Rahasia
Di sisi lain, eHAC bukan satu-satunya aplikasi terkait informasi data sensitif masyarakat untuk telusur dan tes Covid-19 yang menghadapi permasalahan rentannya kebocoran data.
Sejak awal pandemi, kemunculan aplikasi seperti itu menimbulkan kekhawatiran di antara para peneliti yang telah berulang kali menemukan kerentanan aplikasi.
Pada Mei lalu, informasi kesehatan pribadi milik puluhan ribu warga Pennsylvania, Amerika Serikat, terungkap setelah pelanggaran data di vendor Departemen Kesehatan menuduh vendor mengekspos data 72 ribu orang dengan sengaja mengabaikan protokol keamanan.