WAHANANEWS.CO, Jakarta - Kharisma dan popularitas Presiden RI ke-7, Joko Widodo (Jokowi), kerap dikaitkan dengan berbagai isu nasional, termasuk polemik pagar laut di Tangerang.
Dalam kasus ini, Jokowi dituduh melakukan berbagai hal, mulai dari "menjual laut," menjalankan proyek pribadi dengan kedok Proyek Strategis Nasional (PSN), hingga dituding memberikan balas budi kepada pengusaha tertentu.
Baca Juga:
Dinas Kesehatan Gunungkidul Imbau Masyarakat Waspadai Peningkatan Kasus Demam Berdarah Dengue
Isu tersebut muncul karena Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) lahan pagar laut diterbitkan pada era kepemimpinan Jokowi.
Selain itu, lokasi proyek berdekatan dengan PSN Kawasan Ekowisata Tropical Coastland PIK 2 yang juga mendapat restu dari Jokowi.
Menanggapi tudingan ini, R. Haidar Alwi, pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), menyatakan bahwa tuduhan terhadap Jokowi tidak berdasar.
Baca Juga:
Buntut Kritik PSN PIK 2, Said Didu Penuhi Panggilan Polisi
Menurutnya, pagar laut di Tangerang tidak ada kaitannya dengan Jokowi, dan ada beberapa alasan untuk mendukung pandangan tersebut.
Pagar Laut Tidak Hanya di Tangerang
Haidar Alwi menjelaskan, pagar laut bukan fenomena yang terbatas di Tangerang.
"Pagar laut juga ada di daerah lain, seperti Bekasi dan Surabaya, yang tidak termasuk dalam kawasan PSN," ungkapnya pada Rabu (22/1/2025).
Ia menambahkan, pemilik SHGB dan SHM lahan pagar laut di Tangerang diduga adalah Agung Sedayu Group, yang dimiliki oleh Aguan.
Sedangkan pagar laut di Bekasi dimiliki PT Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara, yang pemiliknya adalah Yohannes Stanley. Kedua perusahaan ini tidak memiliki keterkaitan satu sama lain.
"Jika pagar laut di Tangerang dianggap sebagai balas budi Jokowi kepada Aguan atas dukungan pembangunan IKN, maka bagaimana dengan pagar laut di Bekasi yang pemiliknya tidak berkontribusi pada IKN dan bahkan bukan bagian dari PSN?" jelas Haidar.
Dengan demikian, tudingan tersebut dianggap tidak logis.
PSN dan Kebijakan Jokowi
Haidar menegaskan, kebijakan yang disetujui Jokowi adalah PSN Kawasan Ekowisata Tropical Coastland, bukan pembangunan pagar laut.
"Presiden berperan dalam kebijakan, sementara aspek teknis diatur oleh kementerian atau lembaga terkait," jelasnya.
Ia menambahkan bahwa proyek PSN berasal dari usulan pihak swasta, yang kemudian dinilai oleh Tim Pengarah Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) sebelum disetujui presiden.
Ketua KPPIP adalah Menko Perekonomian, sehingga penentuan PSN bukan keputusan langsung presiden.
Dugaan Kecurangan Pihak Swasta
Lebih lanjut, Haidar menyebutkan bahwa ada kemungkinan pihak swasta memanfaatkan situasi demi keuntungan pribadi.
"Dalam kasus pagar laut di Tangerang, ditemukan keterlibatan Kantor Jasa Surveyor Berlisensi (KJSB) dalam proses pengukuran lahan, meski aturan melarang penerbitan sertifikat untuk dasar laut," terangnya.
Ia menduga KJSB bekerja atas permintaan klien untuk kepentingan tertentu.
"SHGB atau SHM sudah jelas atas nama siapa dan perusahaan apa. Masyarakat pun bisa menilai siapa yang sebenarnya diuntungkan," pungkas Haidar Alwi.
Dengan pernyataan ini, Haidar berharap publik tidak lagi terjebak dalam tudingan tidak berdasar yang dapat memicu kebencian terhadap Jokowi tanpa bukti yang jelas.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]