WAHANANEWS.CO, JAKARTA - Dalam sidang sengketa pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024 lalu, hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat dibuat bingung dengan gugatan yang dilayangkan calon bupati Bolaang Mongondow Selatan, Sulawesi Utara (Sulut) nomor urut 1 Arsalan Makalalag dan Hartina S Badu.
Arsalan menuding, jika lawan politiknya yang merupakan petahana, telah memanfaatkan jabatannya untuk pemenangan. Petahana yakni Iskandar, diketahui sempat membagi-bagikan buku bergambar dirinya dan peralatan sekolah kepada anak SD dan SMP saat masa tenang.
Baca Juga:
Tujuh Sengketa Pilkada di Provinsi Riau yang Diajukan ke Mahkamah Konstitusi
"Pembagian perlengkapan anak sekolah oleh masing-masing kepala sekolah yang isinya berupa buku. Buku tersebut bergambar paslon tapi yang dituliskan di situ adalah bupati karena kebetulan yang maju di situ adalah petahana," kata kuasa hukum Arsalan-Hartina, Fanly Katili, dikutip dari CNN Indonesia, Selasa (14/1/2025).
"Membagikan buku apa?" tanya Hakim Arief.
"Membagikan buku, seragam sepatu tas. Tasnya itu juga bergambar bupati".
Baca Juga:
Bawaslu Sumbar Siapkan Data dan Bahan Hadapi Sengketa Pilkada 2024 di MK
Arief kembali bertanya dengan nada heran karena tim kuasa hukum mempersoalkan pembagian buku tersebut. Sebab, siswa SD dan SMP tak memiliki hak memilih.
"Dibagikan kepada murid SD, SMP, kan nggak berpengaruh ke pemilihan, orang mereka nggak punya hak pilih," ujar Hakim Arief.
Namun demikian, tim kuasa hukum tak sependapat. Menurut dia, pembagian buku tersebut tetap bermasalah karena dibagikan di masa tenang. Apalagi, menurut Fanly, pembagian barang-barang keperluan sekolah itu jelas ditujukan untuk menarik hati orang tua siswa.
Apalagi, pembagian itu juga dilakukan oleh pihak sekolah baik oleh guru atau kepala sekolah. Mereka menitipkan pesan kepada siswa untuk orang tuanya memilih gambar dalam buku tersebut.
"Pembagiannya itu dilakukan pada masa tenang dan sebelumnya. Namun di dalam pembagian alat sekolah tersebut baik yang diserahkan langsung ke siswa SD atau SMP ada yang diwakili juga oleh orang tua," kata Fanly.
"Kepala sekolah maupun guru yang menyerahkan alat sekolah tersebut memberikan arahan kepada baik siswa yang menerima dengan ucapan bahwa 'jangan lupa sampaikan kepada ayah dan ibu untuk memilih', begitu yang mulia," imbuhnya.
Dalam petitumnya, pemohon meminta MK membatalkan Keputusan KPU Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan Nomor 560 Tahun 2024 tentang penetapan hasil Pilbup Bolaang Mongondow Selatan. Mereka juga meminta MK memerintahkan KPU Bolaang Mongondow Selatan melakukan pemungutan suara ulang (PSU).
[Redaktur: Sobar Bahtiar]