Langkah tersebut menjadi kunci keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, ketahanan energi, dan keberlanjutan lingkungan hidup.
Diskusi panel juga menyinggung berbagai peluang strategis Indonesia dalam memperluas kapasitas industri hilir mineral kritis, seperti nikel, tembaga, bauksit, dan logam tanah jarang, yang menjadi tulang punggung bagi pengembangan ekosistem kendaraan listrik (EV) serta energi baru terbarukan (EBT).
Baca Juga:
Lewat ISF 2025, APP Group dan Lubrizol Sepakat Perkuat Ekonomi Sirkular di Sektor Kemasan
Para pembicara sepakat bahwa konsistensi kebijakan menjadi faktor vital, terutama di tengah pergeseran teknologi global menuju baterai berbasis lithium iron phosphate (LFP) yang dapat memengaruhi prospek jangka panjang industri nikel Indonesia.
Sementara itu, kerja sama strategis antara PT Freeport Indonesia dan PT Antam untuk menyediakan pasokan emas domestik sebesar 30–50 ton per tahun disebut sebagai bukti konkret sinergi BUMN dalam memperkuat nilai ekonomi dan kemandirian sumber daya di dalam negeri.
Panel juga menyoroti pentingnya interoperabilitas data dan keterlacakan rantai pasok global yang diinisiasi oleh International Chamber of Commerce (ICC).
Baca Juga:
Kadin Dorong Dunia Usaha Jadi Penggerak Utama Transformasi Hijau Nasional
Upaya ini dinilai mampu meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan kepercayaan investor internasional, sekaligus mempercepat arus investasi berkelanjutan.
Dari sisi industri baja, PT Krakatau Steel menegaskan kontribusi signifikan sektor tersebut terhadap ekonomi nasional.
Disebutkan bahwa setiap satu dolar investasi di sektor baja mampu menghasilkan nilai tambah hingga 2,5 kali lipat di rantai pasok dan 13 kali lipat di sektor terkait, serta membuka lapangan kerja baru dengan tetap memperhatikan roadmap lingkungan dan dekarbonisasi industri.