WAHANANEWS.CO, Jakarta - Rencana menjadikan Jabodetabekjur sebagai kawasan aglomerasi terintegrasi semakin menguat setelah Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ) resmi disahkan pada 28 Maret 2024.
Sejalan dengan perubahan status Jakarta pasca-pemindahan ibu kota negara ke Nusantara, Ketua Umum DPP MARTABAT Prabowo-Gibran, KRT Tohom Purba, menyoroti pentingnya sinergi antarkepala daerah di wilayah ini.
Baca Juga:
MARTABAT Prabowo-Gibran Minta Seluruh Elemen Dukung Pemerintah Pasca 87,5 Persen Kepuasan Kinerja 100 Hari Presiden dan Wapres
Ia menyerukan agar 16 kepala daerah di Jabodetabekjur bersatu dalam menyusun kebijakan pembangunan yang berorientasi pada kesejahteraan bersama.
Urbanisasi dan Pembangunan Berkelanjutan
Menurut Tohom Purba, Jakarta dan kota-kota di sekitarnya menghadapi tantangan khas urbanisasi global, seperti kemacetan, banjir, polusi udara, dan ketimpangan infrastruktur.
Baca Juga:
Relawan RIDO Gruduk KPU Jakarta, Desak Pilkada Dua Putaran
Jika tidak dikelola dengan strategi yang tepat, kondisi ini bisa semakin parah dan menghambat pertumbuhan ekonomi kawasan.
“Kita harus mengubah cara pandang terhadap Jabodetabekjur, tidak lagi melihatnya sebagai entitas yang terpisah-pisah, melainkan sebagai satu ekosistem perkotaan yang saling bergantung. Pembangunan tidak boleh hanya berorientasi pada Jakarta semata, tetapi harus menyeimbangkan pertumbuhan antarwilayah,” ujar Tohom, Senin (27/1/2025).
Menurutnya, diperlukan kebijakan yang lebih harmonis, seperti sistem transportasi terintegrasi, sinkronisasi tata ruang, serta manajemen sumber daya air yang efisien untuk mengatasi persoalan banjir dan penurunan muka tanah.
Aglomerasi sebagai Solusi
MARTABAT Prabowo-Gibran mendorong agar pemerintah pusat segera merancang payung hukum yang jelas dalam pengelolaan kawasan aglomerasi Jabodetabekjur.
Menurutnya, sinergi yang solid hanya bisa tercipta jika ada instrumen regulasi yang memfasilitasi koordinasi lintas daerah.
“Kita perlu badan koordinasi yang memiliki otoritas dalam menyusun dan mengeksekusi kebijakan strategis bagi Jabodetabekjur. Jangan sampai ada tumpang-tindih wewenang yang justru memperumit masalah,” tegasnya.
Ia mengusulkan pembentukan Dewan Aglomerasi Jabodetabekjur yang diisi oleh perwakilan kepala daerah serta unsur pemerintah pusat.
Dewan ini bertugas mengoordinasikan kebijakan pembangunan lintas wilayah, memastikan alokasi anggaran yang adil, dan mengawal implementasi kebijakan transportasi publik, lingkungan hidup, serta ekonomi kawasan.
Menggerakkan Ekonomi Regional
Salah satu isu penting dalam integrasi Jabodetabekjur adalah optimalisasi konektivitas antarwilayah.
Tohom Purba menyebutkan bahwa pemerintah harus mempercepat pembangunan jaringan transportasi publik yang efisien dan terjangkau, seperti perluasan jaringan MRT, LRT, serta peningkatan kualitas layanan bus dan kereta komuter.
“Pembangunan infrastruktur transportasi harus menjadi prioritas utama. Jika transportasi publik berkualitas dan terjangkau, kita bisa mengurangi beban kemacetan serta meningkatkan produktivitas masyarakat,” ujarnya.
Selain itu, ia juga menyoroti pentingnya insentif bagi sektor industri dan ekonomi kreatif untuk mengurangi ketergantungan terhadap Jakarta sebagai pusat ekonomi utama.
“Jika kawasan-kawasan satelit di Jabodetabekjur dikembangkan secara optimal, distribusi ekonomi akan lebih merata dan mengurangi tekanan terhadap Jakarta,” tambahnya.
Bukan Hanya Milik Jakarta
Dalam menghadapi era baru pasca-pemindahan ibu kota, Tohom Purba menegaskan bahwa keberhasilan transformasi Jabodetabekjur menjadi kawasan aglomerasi sangat bergantung pada kemauan politik dan koordinasi yang baik antara para pemangku kepentingan.
“Pilihan ada di tangan kita, pakah kita ingin bergerak bersama dan menciptakan kawasan metropolitan yang maju, atau tetap berjalan sendiri-sendiri dan membiarkan ketimpangan semakin lebar? MARTABAT Prabowo-Gibran mengajak semua kepala daerah untuk bergandengan tangan, karena masa depan Jabodetabekjur bukan hanya milik Jakarta, tetapi milik kita semua,” pungkasnya.
[Redaktur: Sandy]