WAHANANEWS.CO, Jakarta - Dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Daerah Keistimewaan Jakarta (RUU DKJ) pada 2024 lalu, muncul gagasan besar untuk membentuk kota aglomerasi yang mencakup Jakarta dan sekitarnya.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengungkapkan, konsep ini bertujuan untuk mengoptimalkan pembangunan wilayah yang selama ini berkembang pesat secara bersamaan.
Baca Juga:
Segini Besaran Gaji Ketua RT 2025, Jakarta Masih Tertinggi
Kota aglomerasi mengacu pada pengembangan kota utama yang terintegrasi dengan kota-kota satelit di sekelilingnya.
Dalam konteks ini, wilayah yang termasuk dalam rencana tersebut adalah Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Cianjur atau yang lebih dikenal dengan sebutan Jabodetabekjur.
Konsep ini dipilih agar Jakarta tetap menjadi pusat pertumbuhan tanpa perlu mengubah administrasi menjadi kota megapolitan atau metropolitan.
Baca Juga:
Kurangi Polusi, Mendagri Perintahkan Kepala Daerah Jabodetabek Siram Jalan - Tanam Pohon
Tiga Fakta Kunci Kota Aglomerasi Jabodetabekjur
Penyederhanaan Administrasi
Dengan menjadikan Jabodetabekjur sebagai kota aglomerasi, pemerintah menilai implementasinya akan lebih efisien karena tidak memerlukan perubahan administrasi pemerintahan.
Sebaliknya, kebijakan pembangunan dapat lebih mudah diselaraskan untuk mengatasi permasalahan umum seperti banjir, kemacetan, polusi, dan urbanisasi yang tak terkendali.
"Ini bukan soal administrasi pemerintahan, melainkan bagaimana menyelaraskan program di kawasan ini agar lebih efektif," jelas Tito.
Pembentukan Dewan Kawasan Aglomerasi
Untuk memastikan arah pembangunan yang terkoordinasi, Jakarta sebagai kota aglomerasi akan diawasi oleh badan khusus bernama Dewan Kawasan Aglomerasi.
Model ini serupa dengan Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Papua yang berperan dalam mengharmonisasi berbagai kebijakan strategis.
"Dewan ini adalah bentuk terbaik bagi aglomerasi karena tidak mengubah undang-undang yang berkaitan dengan kewenangan daerah otonom lainnya," ujar Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Supratman Andi Agtas.
Dalam draf RUU DKJ, Dewan Kawasan Aglomerasi memiliki mandat untuk mengoordinasikan tata ruang strategis nasional dan merancang dokumen induk pembangunan di kawasan tersebut.
Wilayah yang masuk dalam aglomerasi ini mencakup Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Cianjur.
Dipimpin oleh Wakil Presiden
Sebagai badan pengarah pembangunan Jakarta dan kota-kota sekitarnya, Dewan Kawasan Aglomerasi akan dipimpin langsung oleh Wakil Presiden.
Model ini mengikuti pola yang telah diterapkan di Papua, di mana Wapres bertugas mengharmonisasikan, menyinkronkan, dan mengevaluasi kebijakan pembangunan di wilayah tersebut.
"Ini tetap menjadi tanggung jawab pemda, sementara Wapres hanya bertindak sebagai koordinator untuk memastikan sinergi di seluruh wilayah aglomerasi," kata Tito.
Meskipun Wapres memimpin, kebijakan dan pelaksanaan pembangunan tetap menjadi kewenangan pemerintah daerah masing-masing.
Dengan sistem ini, diharapkan Jabodetabekjur dapat berkembang lebih optimal tanpa terbebani birokrasi yang kompleks.
Dalam RUU DKJ yang tengah dibahas, sudah ditegaskan bahwa Dewan Kawasan Aglomerasi akan diatur lebih lanjut melalui Peraturan Presiden.
Jika rencana ini terealisasi, Jakarta dan kota-kota sekitarnya akan memasuki era baru sebagai pusat pertumbuhan terintegrasi yang lebih modern dan efisien.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]