WahanaNews.co | Setelah tahun sebelumnya sempat tersendat, kualitas pembangunan manusia 2021 kembali meningkat.
Sekalipun membaik, problem kesenjangan tidak redup.
Baca Juga:
Indonesia Kian Terhimpit oleh Daya Beli Lemah dan Tantangan Ekonomi Global
Pola kehidupan normal mulai berdenyut.
Kualitas kehidupan pun beranjak membaik.
Indikasi demikian terekam, sejalan dengan semakin meningkatnya dimensi ”hidup layak” penduduk dibandingkan dengan tahun lalu.
Baca Juga:
Apindo Ungkap Penyebab Tutupnya Banyak Pabrik dan PHK di Jawa Barat
Menurut hasil perhitungan Badan Pusat Statistik, kondisi hidup layak yang diukur berdasarkan rata-rata pengeluaran riil per kapita (yang disesuaikan) tahun 2021 menjadi sebesar Rp 11,16 juta per tahun.
Padahal, tahun sebelumnya, semenjak badai Covid-19 menerjang, sempat tersendat.
Dari sebelumnya Rp 11,29 juta per tahun (2019) menjadi Rp 11,01 juta di tahun 2020.
Peningkatan pengeluaran riil masyarakat sebesar itu belum sepenuhnya mengembalikan keadaan seperti masa sebelum pandemi Covid-19.
Namun, gerak peningkatan yang berlangsung sudah cukup mengembalikan tradisi perbaikan kualitas pembangunan manusia sebagaimana yang terjadi selama ini.
Dengan perbaikan peningkatan pengeluaran riil masyarakat, maka dengan sendirinya skor Indeks Pembangunan Manusia (IPM) secara nasional terdongkrak.
IPM nasional tahun 2021 menjadi sebesar 72,29.
Angka ini meningkat dibandingkan capaian tahun lalu yang sebesar 71,94.
Selain akibat peningkatan pengeluaran riil masyarakat, IPM juga ditopang oleh kenaikan kedua dimensi lainnya, baik pendidikan maupun kesehatan.
Pada dimensi pendidikan, diukur penduduk berusia tujuh tahun yang memiliki harapan lama sekolah (HLS) kali ini selama 13,08 tahun.
Menurut BPS, capaian ini meningkat 0,1 tahun dari capaian sebelumnya.
Besaran harapan lama sekolah yang dicapai relatif tinggi sekaligus mengindikasikan jika kualitas pendidikan rata-rata sudah setara tingkatan diploma I.
Begitu juga bagi indikator rata-rata lama sekolah (RLS) penduduk umur 25 tahun ke atas.
Tahun ini terjadi peningkatan dari sebesar 8,48 tahun menjadi 8,54 tahun pada 2021.
Sementara pada dimensi kesehatan, yang diukur dari umur harapan hidup saat lahir (UHH), memiliki harapan untuk dapat hidup hingga 71,57 tahun.
Tergolong lebih lama 0,10 tahun dibandingkan dengan mereka yang lahir pada tahun sebelumnya.
Rincian peningkatan setiap dimensi kualitas manusia yang diukur jelas menunjukkan arah perbaikan yang positif.
Namun, apakah perbaikan kali ini juga terjadi secara merata pada setiap provinsi?
Inilah pangkal masalahnya.
Mencermati dinamika perubahan pada 34 provinsi yang tercatat IPM-nya, hanya sebagian kecil daerah yang mencatatkan pertumbuhan di atas rata-rata nasional (di atas 0,35).
Tercatat hanya tujuh provinsi, yaitu Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, dan Jawa Barat.
Sebanyak 27 provinsi lainnya mencatatkan peningkatan di bawah rata-rata nasional.
Provinsi-provinsi tersebut tersebar di setiap penjuru wilayah, baik kawasan Sumatera, Jawa, Sulawesi, hingga Papua.
Menariknya, pada kelompok provinsi yang tergolong di bawah rata-rata peningkatan IPM-nya terdapat pula provinsi-provinsi yang memang sudah terbilang tinggi dalam pencapaian kualitas manusia.
DKI Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sumatera Barat, Banten, Riau, Kepulauan Riau, dan Bali, misalnya, peningkatannya masih di bawah rata-rata.
Perbaikan kondisi belum banyak memacu peningkatan dimensi pengukuran kualitas manusia, terutama pada kondisi kehidupan layak.
Dari ketujuh provinsi, tekanan paling terasa terjadi pada Provinsi Bali dan Kepulauan Riau.
Tahun 2021 hanya mampu meningkatkan skor IPM maksimal sebesar 0,2.
Peningkatan yang jauh di bawah rata-rata nasional ini secara langsung menempatkan kedua provinsi tersebut dalam kelompok papan bawah kenaikan skor IPM.
Problem lain perbaikan kondisi kualitas pembangunan manusia tidak hanya terjadi pada provinsi-provinsi yang paling besar capaian IPM-nya.
Terdapat pula provinsi yang tampak semakin mengkhawatirkan.
Aceh, misalnya, kali ini menjadi provinsi yang tergolong lambat.
Peningkatan skor IPM hanya terjadi sebesar 0,19.
Capaian tersebut turut memengaruhi peringkat Aceh secara nasional.
Dari sebelumnya bertengger di posisi ke-11, kini turun setingkat.
Namun, yang paling mengkhawatirkan justru wilayah provinsi yang selama ini berada pada papan bawah pencapaian IPM.
Dampak pandemi Covid-19 secara langsung menghambat peningkatan IPM di provinsi papan bawah IPM.
Menjadi lebih mengkhawatirkan, di saat kondisi dirasakan mulai terkendali, justru tidak banyak peningkatan terjadi pada kelompok wilayah ini.
Provinsi-provinsi seperti Nusa Tenggara Timur, Papua, dan Papua Barat masuk dalam kategori yang lambat.
Sejauh ini, perbaikan kondisi hanya mampu meningkatkan skor IPM di bawah 0,18.
Capaian peningkatan sebesar itu menempatkan ketiga provinsi pada urutan terbawah.
Menjadi semakin ironis lantaran selama ini pun ketiga provinsi sudah berada pada urutan terbawah skor total IPM.
Bagi ketiga provinsi tersebut, menjadi yang terkecil dalam peningkatan skor IPM semakin memperberat laju perbaikan dalam mengejar ketertinggalan.
Hasil capaian tahun ini tidak malah semakin mempersempit jurang perbedaan, justru sebaliknya yang terjadi.
Nusa Tenggara Timur, misalnya, dengan sedemikian kecilnya peningkatan ketiga dimensi pengukuran IPM, maka semakin lama lagi waktu yang dibutuhkan untuk mengejar ketertinggalan.
Dengan capaian rata-rata sekolah sebesar 7,69 tahun dan hanya bertambah 0,06 tahun dibandingkan dengan tahun 2020 lalu, maka diperlukan upaya sedemikian berat mengejar rata-rata nasional 8,54 tahun.
Setidaknya, dengan mengandalkan peningkatan yang terjadi saat ini, diperlukan 14 tahun bagi NTT mengejar ketertinggalan kualitas lama sekolah agar sesuai dengan capaian rata-rata nasional.
Apalagi jika diperbandingkan dengan DKI Jakarta, hanya mampu terkejar setengah abad lagi dengan mengandalkan peningkatan NTT saat ini.
Jarak yang sedemikian senjang juga terjadi pada dimensi pengukuran IPM lainnya, seperti umur harapan hidup semenjak lahir.
Provinsi Papua menjadi contoh yang paling mengkhawatirkan.
Berdasarkan indeks, saat ini capaian umur harapan hidup di Papua selama 69,93 tahun.
Dibandingkan tahun sebelumnya, terjadi peningkatan rata-rata sebesar 0,14 tahun.
Guna mengejar kondisi umur harapan hidup rata-rata nasional yang sebesar 71,57 tahun, jelas agak lama hanya mengandalkan peningkatan sebesar tahun ini.
Diperlukan waktu selama 11,7 tahun lagi mengejarnya.
Kabar baik peningkatan IPM saat pandemi, tampaknya belum menjadi prestasi bagi provinsi-provinsi yang selama ini berjarak. [qnt]
Artikel ini telah tayang di Kompas.id dengan judul “Kabar Baik, Kualitas Manusia Indonesia Meningkat”. Klik untuk baca: Kabar Baik, Kualitas Manusia Indonesia Meningkat - Kompas.id.