WahanaNews.co | Kasus babi mati akibat infeksi virus demam babi Afrika atau African Swine Fever (ASF) mulai berkurang setelah sempat merugikan peternak hingga Rp77 miliar, hal itu di ungkapkan Dinas Peternakan Kabupaten Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), Minggu (4/9/2022).
Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Sumba Barat drh. Hamadoku Wedo mengatakan pengurangan proporsi kerugian ditaksir bakal mencapai 56-60 persen jika upaya pencegahan melalui Kampanye Kesadaran ASF terus berlanjut.
Baca Juga:
DP3 Sleman Yogyakarta: Jumlah Hewan Kurban Idul Adha 1445 H Meningkat
"Dinas Peternakan Sumba Barat juga melakukan upaya preventif pencegahan virus ASF melalui penyemprotan desinfektan di kandang-kandang babi dan penerapan biosekuriti," ujar Hamadoku.
"Jika masyarakat menaati anjuran-anjuran yang dipaparkan pada kampanye ASF ini, kemungkinan pengurangan proporsi kerugian yang terjadi akibat ASF adalah sekitar 56-60 persen," lanjutnya.
Sebelumnya, Hamadoku menjelaskan kasus ASF di Sumba Barat pertama kali terjadi pada Maret 2020. Kasus kematian babi itu terus meningkat hingga Desember 2020, dengan jumlah ternak babi yang dilaporkan mati sebanyak 7.700 ekor.
Baca Juga:
Kementan, FAO, dan MAFRA ROK Luncurkan Program Biosekuriti di Pontianak
Angka tersebut mengakibatkan kerugian finansial hingga Rp77 miliar, dengan persentasi peternak yang mengalami kematian babi sekitar 80 persen dari total peternak babi di Sumba Barat.
Dinas Peternakan Provinsi NTT bersama program kemitraan Australia-Indonesia, PRISMA, kemudian mengadakan Kampanye Kesadaran ASF sebagai bentuk pencegahan kasus tersebut. Hasilnya, Hamadoku mengklaim kejadian kasus penyakit dan kematian babi akibat ASF mulai berkurang sejak 2021 lalu.
Sementara itu, kampanye ASF rencananya bakal digelar ke berbagai daerah di NTT hingga 2023 mendatang.