WahanaNews.co | Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga menerima kunjungan tokoh perempuan, Sjamsiah Achmad dalam sebuah forum temu perempuan inspiratif di Denpasar, Bali.
Pertemuan ini juga dihadiri Plt Sekretaris Kementerian PPPA, Titi Eko Rahayu.
Baca Juga:
Arifah Fauzi Sebut 3 Program Prioritas Kemen PPPA Butuh Sinergi Antar Kementerian dan Lembaga
Sjamsiah Achmad merupakan perempuan satu-satunya dari Indonesia yang pernah menjadi staf profesional di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Perempuan yang kini berusia 91 tahun itu, mengakhiri masa tugasnya di PBB pada 1988 setelah bekerja selama 11 tahun.
Selama di PBB, Sjamsiah Achmad mengukir sejarah keterlibatan dalam penyusunan CEDAW (the convention on the elimination of all forms of discrimination against women), yaitu Kesepakatan Internasional Untuk Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan.
Baca Juga:
Kemen PPPA Terbitkan Pedoman Mekanisme Koordinasi Perlindungan Anak Korban Jaringan Terorisme
Selain itu, ia menjadi satu-satunya perempuan yang ikut dalam pembahasan Pembebasan Timor Leste, 1999 di Bali.
Menteri PPPA mengatakan penghargaan dan kebanggaannya terhadap sosok Sjamsiah Achmad, yang telah menunjukkan perannya yang luar biasa dalam panggung internasional.
“Beliau adalah perempuan pejuang demi tercapainya pemberdayaan dan kesetaraan perempuan,” kata Menteri PPPA.
Sjamsiah Achmad dengan suaranya yang masih terdengar tegas dan jelas, mengatakan pemberdayaan perempuan perlu dilaksanakan dengan keterlibatan laki-laki. Dengan demikian tercipta kemitraan antara perempuan dan laki-laki tanpa paksaan.
Menurutnya, perempuan dan laki-laki harus menjadi mitra yang setara, adil, dan tulus.
“Setara dan adil bisa dilihat semua orang, tapi ketulusan ada dalam hati. Jangan sampai terjadi kesetaraan pura-pura. Ketulusan itu akan bisa tercapai kalau ada komitmen dan tekad yang kuat,” ujar Sjamsiah.
Konsep setara, adil, dan tulus itu harus dimulai dari keluarga. Jika hal itu dilaksanakan dalam keluarga, tentu menciptakan keluarga yang sehat terutama sehat secara mental.
Sjamsiah menceritakan Bali merupakan daerah yang memiliki banyak kesan dalam memori hidupnya.
Bali, disebutnya sebagai salah satu contoh daerah yang masyarakatnya telah menjunjung nilai kesetaraan.
Fakta itu ia temukan takkala berlibur di Pulau Dewata pada 1952 dan kemudian melakukan penelitian di sebuah sekolah SD di Bali saat masih sekolah di SGA tahun 1956.
Perjalanan perempuan yang menguasai enam bahasa ini di PBB awalnya bermula dari staf profesional bidang Iptek.
Bidang yang bertolak belakang dengan latar belakang ilmunya, yakni pendidikan.
Setelah dari Iptek, kemudian ia pindah ke bidang perempuan di PBB yang membawanya ikut membangun organisasi perempuan.
Di usianya ke 91, Sjamsiah masih tampak bugar dan sehat. Ia mengatakan resep tetap bugar dan sehatnya adalah tidak berpikir negatif terhadap orang lain, patuh pada orang tua dan agama sekaligus tetap kritis dan objektif.
Sjamsiah hingga kini masih aktif menjadi mentor bagi organisasi perempuan. Di sela-sela waktu luangnya ia banyak membaca buku dan jurnal.
[Redaktur: Zahara Sitio]