WahanaNews.co | Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu, menuding Kereta Cepat Jakarta-Bandung jadi proyek jebakan China.
Dalam “ilusi”-nya, Said Didu menilai bahwa proyek yang memang dikerjasamakan dengan China ini hanya menjadi pintu masuk untuk pihak China menguasai dan mengakuisisi berbagai infrastruktur strategis di Indonesia.
Baca Juga:
Kelalaian K3 Diduga Jadi Penyebab Kecelakaan Kereta Cepat di Bandung Barat
Pihak Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) pun buka suara soal tudingan ini.
Lewat Jodi Mahardi, juru bicara Menko Marves, Luhut Binsar Pandjaitan, argumen dari Said Didu itu ditolak mentah-mentah.
Pernyataan soal proyek Kereta Cepat hanya menjadi jebakan China dinilai tidak benar, dan cenderung tidak masuk akal.
Baca Juga:
Soal Kecelakaan di Proyek Kereta Cepat, KNKT Akan Periksa Sejumlah Pekerja
Jodi menegaskan, China tidak akan melakukan akuisisi proyek infrastruktur seperti tudingan Said Didu.
"Tidak benar komentar tersebut. Apalagi China akan akuisisi proyek infrastruktur lain, terlalu jauh itu. Memang proyek infrastruktur bisa dibawa pulang ke Tiongkok?" ungkap Jodi, ketika dihubungi wartawan, Jumat (10/9/2021).
Said Didu juga sempat menyinggung soal perebutan proyek yang awalnya melibatkan China dan Jepang.
Dia menilai, Jepang tidak menyarankan membuat kereta cepat dari Jakarta ke Bandung, karena tidak layak.
Namun, karena pihak China mengiyakan keinginan pembangunan kereta cepat ke Bandung dengan biaya lebih murah, maka diputuskanlah proyek ini digarap lewat kerjasama dengan China.
Namun, pada akhirnya, China bagai berbohong, karena proyek pun bengkak juga biayanya.
Jodi pun membenarkan bila proyek ini dikejar oleh Jepang dan China.
Namun, pemilihan China sebagai partner kerjasama bukan karena alasan lebih murah.
Menurut Jodi, pemerintah memiliki evaluasi tersendiri mengenai hal itu.
"Dulu, Jepang dan China sama-sama mengejar proyek tersebut. Dan, setelah dilakukan evaluasi oleh pemerintah, maka diputuskan China sebagai pemenang," ungkap Jodi.
Lebih lanjut, Jodi mengatakan, memang ada kenaikan biaya, namun hal itu bukan karena kelalaian China.
Kebanyakan hal itu terjadi imbas dari pandemi Covid-19.
Maka dari itu, proyek ini kini dipantau langsung oleh Luhut, mulai dari bulan November 2019 silam.
Sejak saat itu juga, PT KCIC selaku penanggung jawab proyek melakukan efisiensi di segala aspek.
PT Kereta Cepat Indonesia-China alias KCIC sendiri merupakan konsorsium dari perusahaan gabungan BUMN dalam PT PSBI dan gabungan perusahaan kereta China, Beijing Yawan.
"Maka, setelah Pak Luhut dilibatkan di bulan November 2019, ia terus mendorong supaya KCIC semaksimal mungkin melakukan efisiensi di berbagai aspek," ungkap Jodi.
"Cost overrun saat ini masih dalam negosiasi, dan tahap pembahasan di tingkat kementerian, BUMN, sponsor, dan juga pemerintah," tambahnya. [qnt]