Ia menegaskan kembali komitmen KemenPPPA untuk memperkuat implementasi Sekolah Ramah Anak, memperluas sistem anti-perundungan, serta meningkatkan deteksi dini terhadap tekanan psikologis dan perilaku berisiko pada peserta didik.
“Kami menegaskan tidak ada toleransi terhadap segala bentuk ancaman yang membahayakan anak. Karena itu, pemerintah daerah, sekolah, dan masyarakat perlu memperkuat kewaspadaan dan memastikan sistem perlindungan anak berjalan tanpa celah,” ujar Menteri PPPA.
Baca Juga:
Kementerian UMKM & PPPA Luncurkan LAKSMI, Inisiatif Inklusif Perkuat Wirausaha Perempuan
Selain pemulihan fisik, perhatian besar juga diberikan pada kesehatan mental anak-anak yang mengalami shock atau menjadi saksi peristiwa tersebut.
Mereka berisiko tinggi mengalami kecemasan dan ketakutan berkepanjangan.
KemenPPPA mendorong agar sekolah, guru, dan keluarga menciptakan ruang komunikasi yang hangat, terbuka, dan responsif agar anak-anak merasa aman dan didengar.
Baca Juga:
Menteri PPPA Tuntut Sistem Data Anak yang Responsif dan Terpadu
“Dalam proses pemulihan, peran perempuan menjadi sangat penting. Perempuan sebagai ibu, guru, maupun psikolog memegang peranan sentral dalam mendampingi anak melewati masa trauma. Ketika perempuan berdaya dalam menjaga kondisi emosional anak, ketahanan keluarga dan lingkungan sekolah pun akan semakin kuat. Sekolah yang aman dan anak yang terlindungi adalah fondasi Indonesia Kuat,” pungkas Menteri PPPA.
Sebagai langkah pencegahan dan tanggap cepat terhadap kekerasan maupun ancaman yang menyasar anak dan perempuan, Menteri Arifah kembali mengimbau masyarakat untuk melapor melalui Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA 129) di nomor 129 atau WhatsApp 08111 129 129 jika menemukan kasus kekerasan baik di dunia nyata maupun digital.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.