WahanaNews.co, Jakarta - Ketua Umum Forum Rektor Indonesia (FRI) Mohammad Nasih mengatakan pemimpin Indonesia ke depan harus figur yang kuat.
Sosok itu juga harus punya komitmen terhadap pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), khususnya di tingkat perguruan tinggi.
Hal itu disampaikan Nasih di pembukaan Konvensi Kampus XXIX dan Temu Tahunan XXV Forum Rektor Indonesia di Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Senin (15/01/24).
Baca Juga:
Gubernur Kalteng Ajak Pengurus Pemuda Katolik Berkarya dan Bangun Masyarakat Makmur
"Apapun, siapapun, harus yang kuat, kalau enggak kuat ya enggak bisa mimpin. Tapi siapa [tokoh] yang kuat kan terbuka sekali," kata Nasih.
Nasih mengatakan pemimpin yang kuat adalah figur yang harus punya komitmen dan peduli terhadap nasib bangsa ini ke depan. Khususnya ke sektor pengembangan SDM.
"Bukan apa-apa, kita kan ada di perguruan tinggi, fokus kita kan SDM," ucapnya.
Baca Juga:
Pemprov Kaltara Dorong Percepatan Implementasi Satu Data Indonesia di Daerah
Artinya, kata dia, presiden Indonesia yang terpilih nantinya haruslah mengalokasikan anggaran yang lebih besar untuk pengembangan SDM atau pendidikan, bukan untuk hal-hal lain.
"Karena kita punya alokasi anggaran yang terbatas, kalau presidennya enggak kuat untuk fokus disini, nanti penggunaannya bisa untuk hal-hal yang lain-lain, sehingga lagi-lagi SDM enggak kebagian untuk pengembangan," ucap Nasih.
Forum rektor netral
Meski begitu, kata Nasih, pernyataannya itu bukan berarti Forum Rektor Indonesia mendukung salah satu paslon capres-cawapres tertentu. Pihaknya tetap berkomitmen menjaga netralitas di tahun politik ini.
"Tadi pak presiden sudah menyampaikan apakah 01, 02, 03, bukan soal angka-angka itu, tapi leadership harus kuat untuk bisa mendorong agar fokus ke SDM ini," ucapnya.
Pihaknya, kata dia, juga membebaskan anggotanya untuk mendukung siapapun paslonnya. Namun secara lembaga, FRI menyatakan tidak akan berpihak ke manapun.
"Dilihat saja, enggak ada sesuatu yang kemudian kita ini [mengarahkan mendukung paslon] itu, kita bebaskan aja, semua masih punya pilihan masing-masing," ucapnya.
"FRI itu ada swasta ada negeri, yang swasta di luar anda sudah paham, yayasan ini [mendukung] disini, yayasan ini di sini, yang punya ini di sini, yang punya ini disini. Tapi ketika masuk di FRI maka semuanya tidak membawa bendera [pilihan politik] itu," pungkasnya.
[Redaktur: Sandy]