Dari pengakuan beberapa pelajar yang ditemui, sambungnya,
ada yang mengaku diajak teman dan alumni tempat mereka sekolah.
Baca Juga:
Ratusan Pelajar di Jakarta Barat Dibekali Pemahaman dan Kesadaran Tentang Bahaya Tawuran
"Ada diajak teman main, teman satu sekolah dan dari
sekolah lain. Ada juga alumni yang semula cuma mengajak bertemu di suatu tempat
tapi setelah itu ternyata ikut unjuk rasa," kata Susanto, Minggu (18/10/2020)
malam.
Dia tak bersedia menjelaskan identitas alumni maupun para
pelajar yang seperti itu. Alasannya hal itu sudah masuk ranah penyelidikan oleh
kepolisian. Begitu pun tentang kemungkinan ada pihak lain yang memang sengaja
mengkoordinir para pelajar untuk ikut berdemonstrasi.
"Itu dalam penyelidikan polisi, tidak etis kalau kami
yang mengungkapkan," ujarnya.
Baca Juga:
Polrestabes Medan Berhasil Tangkap 10 Anggota Geng Motor yang Bikin Onar di Medan
Namun Susanto memastikan provokasi ajakan kepada khalayak
untuk berdemonstrasi menentang Omnibus Law melalui medsos itu luar biasa.
Provokasi itulah yang membangkitkan semangat para pelajar untuk ikut
berdemonstrasi.
Ia menyayangkan maraknya keterlibatan para pelajar dalam
aksi-aksi demonstrasi di tanah air yang seolah menjadi tren dengan tingkat
keterlibatan yang meluas. Bila pada tahun lalu yang terlibat cuma pelajar STM
dan SMK, dalam unjuk rasa menentang Omnibus Law Cipta Kerja, terlibat pula
pelajar SMA, SMP, dan SD.
"Demonstrasi adalah satu mekanisme yang tidak aman bagi
anak. Segala kegiatan yang berpotensi terjadi kekerasan harus dijauhkan dari
anak-anak," kata Susanto.