WahanaNews.co | Penangkapan ustaz Yahya Waloni menyita perhatian publik, termasuk di antaranya dari Ketua Majelis Ulama Indonesia atau MUI, Cholil Nafis.
Cholil menyebut bahwa Yahya Waloni belum pantas menyandang sebutan ustaz. Hal itu lantaran ilmunya yang masih kurang.
Baca Juga:
Kasus Ujaran Kebencian, Yahya Waloni Divonis 5 Bulan Penjara
"Ini gampangnya saja orang disebut ustaz. Kalau di Timur tengah, ustaznya sekelas profesor. Di sini, orang sering ke masjid lalu jadi takmir masjid, sudah jadi ustaz. Jadi, ya men-downgrade lah, memperendah istilah ustaz itu sendiri," ujar Cholil seperti dikutip dari Hops.id.
"Ini yang sering saya sampaikan bagi teman-teman yang baru jadi mualaf, sampaikan yang tahu, yang pasti benarnya. Yang kemudian, jangan menjelekkan agama yang pernah dipeluknya. Apalagi membenturkan agama yang baru yang diyakini dengan agama yang pernah dipeluknya itu," lanjutnya.
Lebih jauh, Cholil menambahkan, pihaknya memiliki standar bagi penceramah di Indonesia. Meski demikian, MUI tak bisa melarang seseorang untuk jadi penceramah atau dipanggil ustaz.
Baca Juga:
Pengadilan Vonis Yahya Waloni 5 Bulan Penjara Karena Kasus Ujaran Kebencian
Sebab, menurutnya tidak ada aturan yang membuat MUI mesti melarang. Apalagi, aktivitas keagamaan di kehidupan masyarakat sehari-hari juga tak bisa dipantau hingga dilarang.
"MUI memberikan standar kompetensi bagi penceramah, karena kami tidak bisa melarang penceramah. Mereka bikin acara sendiri, mengundang siapa yang diundang, tidak bisa kita batasi."
"Berbeda dengan negara sebelah seperti di Malaysia atau Brunei memang ada ketentuannya. Di kita tidak bisa melarang," tuturnya.
Cholil menjelaskan, MUI memiliki kriteria sendiri untuk memastikan penceramah layak disebut ustaz atau tidak. Namun, yang pasti, Yahya tidak masuk ke dalamnya.
"Kalau itu (Yahya Waloni) bukan ustaz berstandar MUI. Kalau di luar disebut ustaz sangat luas tentang terminologi ustaz," tegasnya.
Cholil juga menyarankan, ketimbang mengundang penceramah yang gemar memaki-maki agama lain, bakal lebih baik jika masjid atau kelompok masyarakat mengundang penceramah yang menyejukkan hati, dan mampu menebar inspirasi kepada umat.
"Undanglah penceramah-penceramah yang memberikan inspirasi. Penceramah-penceramah yang memang mengerti agama. Bukan yang memprovokasi," kata Cholil. [rin]