WAHANANEWS.co, Jakarta - Pengurus Pusat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) berencana melaporkan Ketua Umum PWI Hendry Ch Bangun dan rekan-rekannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau Polri.
Hendry dan kolega dituduh menggelapkan dana hibah sebesar Rp 6 miliar yang diberikan oleh Forum Humas BUMN untuk penyelenggaraan uji kompetensi wartawan (UKW).
Baca Juga:
PWI Gugat Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu Rp 100,3 Miliar
“Organisasi wartawan yang harusnya melaksanakan kontrol, pengawasan terhadap kepentingan umum, eh kok malah terlibat dalam dugaan pusaran korupsi,” kata Penggagas dan Perumus Utama Kode Etik Perilaku Wartawan PWI, Wina Armada Sukardi, melansir TEMPO, Rabu (7/8/2024).
Di mata Wina, dugaan korupsi Hendry dkk tergolong perbuatan tercela bagi anggota PWI.
Dari total Rp 6 miliar, Wina merinci bahwa para terduga pelaku telah menerima upah dan cashback sebesar Rp 1.771 miliar.
Baca Juga:
Ingat! FISIP UI Undang 2 Paslon Walkot Depok Diskusi, Ini Masalahnya
Sedangkan Rp 1.080, menurutnya, dikembalikan ke BUMN, dan Rp 691 juta mengalir ke orang dalam PWI.
“Cashback untuk pihak BUMN dibuat tanda terimanya tanggal 29 Desember 2023. Dalam kuitansi jelas tertera ‘Untuk pembayaran cashback UKW PWI - BUMN’,” bebernya.
Menurut Wina bukti ini sudah tak bisa disangkal lagi. Dia mengatakan modus Hendry mengubah istilah kiriman uang itu tak bisa menutupi bahwa penyelewengan memang telah terjadi.
“Jika belakangan diubah oleh Hendry dengan istilah lain, itu untuk menutupi penyelewengan dan semata menyamarkan bukti yang ada. Tanda terima untuk cashback itu juga dilengkapi dengan tanda tangan,” kata dia.
Menurut Wina, hasil audit Forum Humas BUMN mengungkapkan tidak adanya transaksi cashback seperti yang tercantum dalam bukti penerimaan yang disusun oleh kelompok Hendry Bangun.
Lebih lanjut, Forum Humas BUMN menegaskan bahwa tidak ada kewajiban untuk mengembalikan dana kepada mereka.
Berdasarkan temuan ini, Wina menyimpulkan bahwa tindakan Hendry Bangun dan rekan-rekannya telah memenuhi kriteria tindak pidana korupsi.
Ia mengungkapkan bahwa bukti-bukti yang ada sudah cukup kuat untuk mendukung dugaan tersebut.
Wina berpendapat bahwa Hendry Bangun dan kelompoknya layak disebut koruptor karena telah menyalahgunakan dana negara.
Meskipun dana tersebut telah dikembalikan ke BUMN, Wina menegaskan bahwa hal ini tidak menghapus unsur tindak pidana korupsi yang telah dilakukan Hendry.
Ketika ditanya mengenai pemecatannya sebagai sekretaris Dewan Penasihat oleh Hendry Ch Bangun, Wina menyatakan bahwa ia tidak terpengaruh karena keputusan tersebut tidak berdampak signifikan. Sebaliknya, Wina justru melontarkan kritik terhadap Hendry Bangun.
“Bagaimana mungkin orang yang sudah dipecat dari keanggotaan PWI, dan kartunya sudah dicabut oleh Pengurus Provinsi Jakarta, serta diduga ikut dalam persoalan korupsi uang negara, masih mau dan berani berkata menghentikan pengurus yang resmi dan sah. Tidak masuk logika!” kata Wina.
Merespons tudingan, Hendry mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengembalikan sejumlah uang itu sesuai Surat Keputusan PWI. Dia juga menjelaskan, dalam kasus ini tak ada dugaan unsur korupsi.
“Tidak unsur korupsi dan itu sudah dinyatakan oleh Ketua Dewan Kehormatan PWI Pusat, dalam jumpa pers bersama. Yang ada adalah kesalahan administrasi,” kata Hendry, mengutip TEMPO, Rabu (7/8/2024).
Hendry menjelaskan bahwa Surat Keputusan PWI Nomor 155-PLP/PP-PWI/2023 telah mengatur secara rinci mengenai pemberian imbalan pemasaran dan pengembalian dana kepada anggota yang berhasil mendapatkan sponsor.
Surat keputusan ini tentang "Pembagian Fee Marketing untuk Tim Pencari Dana di Luar Pengurus atau Kepanitiaan dan Ketentuan Cashback Sponsorship".
Menurut Hendry, dokumen ini menjadi dasar hukum yang mengatur mekanisme pembagian fee dan cashback dalam organisasi PWI. Dia menyebut dalam hal ini tak ada pelanggaran.
“Tidak ada pelanggaran. Jadi apa yang dilakukan sesuai dengan ketentuan di PWI Pusat. Sebab memang ada pihak yang berperan dalam melakukan lobi, pendekatan, agar sponsorship dapat cair,” kata dia.
Meski demikian, Hendry menyebut PWI kemudian menghilangkan aturan soal cashback ini. PWI menilai menerima cashback merupakan gratifikasi.
“Tapi dalam rapat pada bulan Mei, memang cashback sudah diputuskan untuk tidak ada lagi karena dapat dianggap gratifikasi yang melanggar aturan,” kata Hendry.
Dewan Kehormatan PWI sebelumnya memberhentikan penuh Ketua Umum PWI Pusat, Hendry Bangun dari keanggotaannya.
Keputusan pemberhentian tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Dewan Kehormatan PWI Pusat tertanggal 16 Juli 2024 karena Hendry selaku Ketua Umum PWI Pusat dianggap sudah menyalahgunakan jabatannya.
"Dengan bertindak secara sepihak dan sewenang-wenang dalam merombak susunan Dewan Kehormatan dan Pengurus Pusat PWI," kata Ketua Dewan Kehormatan PWI, Sasongko Tedjo, dalam keterangan tertulisnya beberapa waktu lalu.
Hendry juga dituduh menyalahgunakan jabatannya dengan menyelenggarakan rapat pleno yang melanggar prosedur.
Sasongko mengklaim bahwa Hendry sering melanggar aturan organisasi dan profesi, termasuk Kode Perilaku Wartawan, Kode Etik Jurnalistik, serta Peraturan Dasar dan Rumah Tangga PWI.
Sebelum memutuskan pemecatan Hendry, Dewan Kehormatan telah mengeluarkan peringatan keras pada 11 Juli 2024, meminta Hendry membatalkan perubahan struktur PWI Pusat yang melibatkan Dewan Kehormatan.
Namun, Hendry mengabaikan undangan klarifikasi dari Dewan Kehormatan pada 15 Juli 2024.
Setelah surat keputusan pemecatan dikeluarkan, Dewan Kehormatan menginstruksikan Ketua Bidang Organisasi PWI Pusat, Zulmansyah Sekedang, untuk mengadakan rapat pleno guna menunjuk pelaksana tugas dan mempersiapkan kongres luar biasa.
Menanggapi hal ini, Hendry sebagai Ketua PWI Pusat mengkritik keras keputusan Dewan Kehormatan.
Ia menganggap surat pemberhentian tersebut ilegal, tidak sah, dan tanpa dasar hukum yang kuat. Hendry berpendapat bahwa Dewan Kehormatan telah melampaui wewenangnya dan keputusan tersebut bukan hasil dari rapat resmi Dewan Kehormatan.
"Lima anggota DK bahkan tidak mengetahui hal ini dan sudah bersurat kepada Sasongko Tedjo," kata Hendry di Kantor PWI Pusat, Jakarta, Selasa 16 Juli 2024.
Hendry menyatakan bahwa permintaan Ketua Dewan Kehormatan (DK) kepada Ketua Bidang Organisasi PWI untuk mempersiapkan Kongres Luar Biasa (KLB) tidak memiliki dasar yang sah.
Ia menjelaskan bahwa hanya Ketua Umum yang berwenang memberikan perintah kepada Ketua Bidang Organisasi PWI.
Hendry merujuk pada Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga (PD PRT) Pasal 28, yang menyebutkan bahwa KLB hanya dapat diselenggarakan jika Ketua Umum menjadi terdakwa dalam kasus yang mencoreng nama baik wartawan, dan atas permintaan minimal dua pertiga jumlah provinsi.
Selain itu, Hendry menegaskan bahwa keputusan DK hanya sah jika diambil dalam rapat yang dihadiri oleh Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota DK, sesuai dengan Surat Keputusan PWI Nomor 218-PLP/PP-PWI/2024.
Ia berpendapat bahwa tindakan Sasongko Tedjo dalam menyelenggarakan rapat DK tanpa mengikuti prosedur yang telah ditetapkan tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
"Tindakan ini tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat," sebutnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]