WahanaNews.co | Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menginginkan kasus dugaan suap Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Kabasarnas) Marsekal Madya Henri Alfiandi ditangani secara koneksitas.
Adapun koneksitas merupakan mekanisme penanganan kasus bersama antara penyidik sipil dan militer.
Baca Juga:
JPU KPK Ungkap Ancaman Petugas Rutan pada Tahanan Kasus Korupsi
Kasus tidak ditangani secara terpisah di masing-masing lembaga.
Dugaan suap Kabasarnas, sebagaimana diketahui, dilakukan oleh pelaku dengan latar belakang militer dan sipil.
“Tentu harapannya proses sidik ini akan berkembang di titik mana tertentu harapannya tentu pada koneksitas,” kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di lansir dari Kompas TV, Rabu (02/08/23).
Baca Juga:
Skandal Rutan KPK: Tak Setor Uang, Tahanan Diancam Kurungan dan Isolasi
Menurut Ghufron, penanganan perkara Kabasarnas dengan mekanisme koneksitas difasilitasi Pasal 8 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Pasal tersebut menyatakan bahwa dalam melakukan penyidikan, penyidik berkoordinasi dengan penuntut umum.
Penyidik juga membuat berita acara mengenai pelaksanaan tindakan yang diperlukan dalam penyelesaian perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 KUHAP.
Jika suatu kasus ditangani secara koneksitas, perkara itu akan disidangkan di peradilan umum, bukan militer.
"Karena tentu itu yang akan memberikan keterbukaan bagi semua pihak,” ujar Ghufron.
Ghufron mengatakan, proses peradilan tidak hanya mengenai pripsip cepat, sederhana, dan biaya ringan.
Lebih dari itu, pemenuhan asas equality before the law atau persamaan di muka hukum.
Akademisi Universitas Jember itu mengatakan, jika penanganan kasus dugaan suap Kabasarnas berjalan terpisah, yakni KPK dan Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI berjalan sendiri-sendiri, ada kemungkinan hasil persidangan menjadi berbeda.
“Kalau disatukan itu tentu pasti penghukumannya, namanya oleh majelis yang sama tentu penghukumannya akan lebih equality (sama),” tutur Ghufron.
Pihak Puspom TNI menetapkan Kabasarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan bawahannya, Letkol (Adm) Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka.
Afri merupakan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Selasa (25/7/2023) siang.
Sementara itu, KPK menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) atas nama tiga orang swasta yang diduga menyuap Kabasarnas dan anak buahnya.
Mereka adalah Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan dan Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati Marilya, serta Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil sebagai pemberi suap.
Dari tiga pihak swasta ini, Kabasarnas dan Afri diduga menerima suap Rp 5 miliar lebih.
KPK menduga, sejak 2021-2023, Kabasarnas dan Afri menerima suap sekitar Rp 88,3 miliar terkait pengadaan barang dan jasa di Basarnas.
Saat ini, tiga orang dari pihak swasta itu ditahan di Rutan KPK.
Sementara itu, Kabasarnas dan Afri ditahan di Puspom TNI Angkatan Udara (AU).
Melansir Kompas, sebelum ditahan, Henri mengaku uang yang diterima melalui bawahannya itu bukan untuk kepentingan pribadi melainkan kantor.
Karena itu, ia menyusun catatan penggunaan dana tersebut dengan rapi dan siap bertanggung jawab.
“Tujuannya memang untuk itu (kebutuhan kantor),” kata Henri, Kamis (27/7/2023).
Sampai saat ini, salah satu persoalan yang masih menjadi sorotan adalah apakah kasus itu akan ditangani secara koneksitas atau terpisah.[sdy/kompas]