WahanaNews.co | Eks Dirjen Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kemendagri M Ardian Noervanto akan laksanakan sidang putusan perkara pengajuan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) hari ini
KPK yakin majelis hakim bakal mengambil alih seluruh analisis yuridis Jaksa KPK.
Baca Juga:
Bersurat ke Kemendagri, Pemprov DKI Minta untuk Nonaktifkan 92 Ribu NIK
"Benar, sesuai agenda sidang hari ini (28/9) majelis hakim pada PN Tipikor Jakarta Pusat akan membacakan putusan perkara terdakwa M Ardian N dkk," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Rabu (28/9/2022).
"Dari seluruh proses persidangan yang terbuka untuk umum tersebut, kami yakin Majelis Hakim akan mengambil alih seluruh analisis yuridis tim Jaksa KPK," ucap Ali.
Oleh karena itu, Ali menyebut majelis hakim juga bakal memvonis Ardian sesuai dengan amar tuntutan jaksa sebelumnya.
Baca Juga:
Program Penertiban KTP, DKI Ajukan Penonaktifan 92 Ribu NIK Warga Jakarta ke Kemendagri
Yakni, 8 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
"Sehingga para terdakwa dinyatakan bersalah menurut hukum dan dijatuhi hukuman sebagaimana amar tuntutan," pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, mantan Dirjen Bina Keuangan daerah (Keuda) Kemendagri M Ardian Noervianto dituntut 8 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Ardian diyakini jaksa menerima suap berkaitan dengan dana pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Kolaka Timur (Koltim) 2021.
"Menuntut, agar supaya mejelis hakim menyatakan terdakwa Mochamad Ardian Noervianto telah bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," kata jaksa KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (15/9).
"Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa selama 8 tahun dikurangi selama menjalani penahanan dan pidana denda sebesar Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan," imbuhnya.
Selain itu, jaksa menuntut agar Ardian membayar uang pengganti sebesar Rp 1,5 miliar subsider 3 tahun penjara.
Diketahui, uang Rp 1,5 miliar adalah jumlah yang diyakini jaksa diterima Ardian terkait pengurusan dana PEN Koltim.
"Menghukum dengan pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp 1,5 miliar subsider 3 tahun," ucap jaksa.
Selain Ardian, jaksa KPK menuntut Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna, Laode M Syukur.
Jaksa menuntut Laode penjara 5 tahun dan 6 bulan serta denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan.
Laode juga dituntut membayar uang pengganti sesuai jumlah uang yang dinikmatinya dalam perkara ini. Dia dituntut membayar uang pengganti Rp 175 juta subsider 3 tahun.
"Menghukum dengan pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp 175 juta subsider 3 tahun," kata jaksa.
Jaksa mengatakan hal-hal memberatkan dalam tuntutan Ardian salah satunya dia berbelit-belit. Sedangkan hal yang meringankannya salah satunya Ardian telah mengabdi untuk negara sebagai ASN selama puluhan tahun.
Ardian dan Laode dinyatakan bersalah melanggar Pasal 12 huruf a Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Didakwa Terima Suap
Dalam dakwaan jaksa, Ardian disebut menerima suap berkaitan dengan dana pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Kolaka Timur 2021.
"Terdakwa M Ardian Noervianto bersama-sama dengan Laode M Syukur dan Sukarman Loke menerima hadiah atau janji, yakni menerima uang seluruhnya Rp 2.405.000.000 atau setidak-tidaknya sekitar jumlah tersebut dari Andi Merya selaku Bupati Kolaka Timur dan LM Rusdianto Emba," ujar jaksa KPK saat membaca dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Kamis (16/6).
Sukarman Loka adalah Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Kabupaten Muna.
Sedangkan Laode adalah Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna.
Jaksa mengatakan Bupati Kolaka Timur Andi Merya memberi suap ke Ardian melalui Laode dan Sukarman supaya Ardian melobi Mendagri agar menyetujui usulan pinjaman PEN Kolaka Timur. Perbuatan itu, kata jaksa KPK, melanggar tugas Ardian sebagai Dirjen Keuda Kemendagri.
Andi Merya, kata jaksa KPK, memberikan uang untuk pengurusan dana PEN senilai Rp 2 miliar.
Namun, yang diserahkan ke Ardian oleh Sukarman hanya Rp 1,5 miliar atau SGD 131 ribu. Sisanya Rp 500 juta disebut jaksa disimpan oleh Sukarman.
Selain itu, lanjut jaksa, Sukarman menerima uang dari Andi Merya senilai Rp 50 juta di mana dia memberikan ke Laode sebesar Rp 25 juta, kemudian Sukarman menerima lagi dari Rusdianto Emba senilai Rp 205 juta dan Rp 500 juta.
Sedangkan Laode M Syukur menerima uang dari Sukarman Loke pada 21 April 2021 sebesar Rp 25 juta yang berasal dari pemberian Andi Merya, selain itu Laode menerima uang dari Rusdianti Emba sebesar Rp 50 juta pada 16 Juni 2021, dan pada 22 Juni 2021 menerima dari Rusdianto Emba Rp 100 juta. [qnt]