WahanaNews.co | Sengketa Pulau Pasir di Nusa Tenggara Timur (NTT) kembali menjadi sorotan setelah masyarakat adat Laut Timor mengancam mengajukan gugatan jika Australia tak angkat kaki dari pulau itu.
Pemegang Mandat Hak Ulayat Masyarakat Adat Laut Timor, Ferdi Tanoni, mengancam melayangkan gugatan kepemilikan Pulau Pasir oleh Australia ke Pengadilan Commonwealth Australia di Canberra.
Baca Juga:
Gelar Naker Expo, Kemnaker Sediakan Puluhan Ribu Lowongan Pekerjaan di Tiga Kota
"Kalau Australia tidak mau keluar dari gugusan Pulau Pasir, kami terpaksa membawa kasus tentang hak masyarakat adat kami ke Pengadilan Commonwealth Australia di Canberra," kata Ferdi Tanoni, dikutip Antara, Jumat (21/10).
Ancaman ini terlontar karena masyarakat sudah gerah melihat Australia tetap beraktivitas di pulau itu walau sudahdiwanti-wanti sejak lama.
Kantor berita Antara melaporkan bahwa sengketa ini memang sudah mengakar sejak lama. Posisi pulau ini memang berada di antara wilayah dan Australia.
Baca Juga:
Sudinkes Jakarta Barat Ingatkan Rumah Sakit Terus Terapkan Pelayanan Berbasis Hospitality
Gugusan Pulau Pasir di Laut Timor sebenarnya terletak 320 kilometer dari pantai Barat-Utara Australia, tapi hanya 140 kilometer di selatan Pulau Rote, NTT.
Merujuk pada sejarah pra-kolonial, kawasan yang dikenal di Australia sebagai Ashmore Reef itu sebenarnya merupakan bagian integral dari bangsa Indonesia.
Indikasi ini terlihat dari begitu banyak nelayan tradisional Indonesia yang sejak lama beroperasi di sekitar gugusan Pulau Pasir sampai daratan Broome, Australia.
Tak hanya itu, kuburan-kuburan leluhur Rote dan berbagai artefak lainnya juga ditemukan di gugusan Pulau Pasir.
Pulau Pasir pun kerap dijadikan tempat transit nelayan-nelayan Indonesia dari kawasan lain ketika mereka berlayar jauh ke selatan Indonesia, seperti ke Pulau Rote.
Semua berubah ketika Indonesia dan Australia meneken nota kesepahaman (MoU) pada 1974 silam.
Melalui MoU itu, pemerintah Indonesia menyerahkan kepada Australia untuk membantu mengawasi Pulau Pasir demi kepentingan konservasi.
Pengamat hukum internasional dari Universitas Nusa Cendana Kupang, T. W. Tadeus, menilai pemerintah Indonesia melakukan kesalahan melalui MoU ini.
"Jadi, secara tidak langsung saat itu Indonesia menyerahkan Pulau Pasir itu kepada Australia. Hal ini yang kemudian menjadi masalah hingga saat ini," ucap Tadeus.
Dua tahun kemudian, tepatnya 1976, pemerintah Australia pun mengklaim bahwa Pulau Pasir merupakan milik mereka, walau berdasarkan garis pantai, pulau itu masuk wilayah Indonesia.
Klaim ini lah yang kemudian menjadi polemik berkepanjangan. Secara adat tradisi masyarakat sekitar, potensi laut di sekitar pulau itu seharusnya masih bisa diakses masyarakat NTT.
Namun berdasarkan data Polda NTT, pada 2004-2006, kurang lebih 3.000 nelayan asal NTT ditangkap ketika memasuki kawasan tersebut.
Terbaru, polisi perbatasan Australia juga menangkap beberapa nelayan dan menenggelamkan kapal mereka karena dianggap melanggar batas negara ketika menangkap ikan di perairan Pulau Pasir pada 2021 lalu.
Pembakaran kapal nelayan Indonesia ini membuat Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan, Laksamana Muda TNI Adin Nurawaluddin, naik pitam.
Sebagai tanda protes, Adin pun membatalkan patroli bersama Pasukan Perbatasan Australia (ABF).
Ia mendasarkan keputusannya pada pernyataan Menteri KKP, Sakti Wahyu Trenggono, mengenai betapa penting peran negara dalam pengendalian kapal perikanan sebagai upaya menjaga keberlanjutan sumber daya.
Pemegang Mandat Hak Ulayat Masyarakat Adat Laut Timor, Ferdi Tanoni, pun meminta pemerintah pusat serius menangani garis batas maritim Pulau Pasir.
Menurut Ferdi, klaim atas gugusan Pulau Pasir bertentangan dengan Konvensi Hukum Laut PBB 1982 (UNCLOS).
Dalam konvensi ini, dijelaskan bahwa bila jarak dua negara kurang dari 400 mil laut, maka yang digunakan adalah garis median.
Dalam kenyataannya, jarak antara Australia, Timor Leste, dan Indonesia kurang dari 400 mil sehingga sepatutnya Indonesia mendapat hak yang sama di Laut Timor.
Ferdi menegaskan bahwa pemerintah Australia harus bisa menunjukkan bukti kepemilikan Pulau Pasir itu agar bisa dipertanggungjawabkan klaimnya. Namun, hingga saat ini mereka tak bisa menunjukkannya.[zbr]