WAHANANEWS.CO, Jakarta - Ketegangan antara Aceh dan Sumatera Utara terus meningkat menyusul keputusan pemerintah pusat yang menetapkan empat pulau di Kabupaten Aceh Singkil sebagai bagian dari wilayah administrasi Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.
Di tengah konflik ini, muncul kabar bahwa investor dari Timur Tengah sudah sejak lama mengincar wilayah kepulauan tersebut untuk pengembangan pariwisata.
Baca Juga:
Ekspor Kemenyan Tembus Rp847 M, Luhut Dorong Hilirisasi Komunitas
Ketua Dewan Energi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan, menyebut bahwa empat pulau yang disengketakan telah menarik perhatian Uni Emirat Arab (UEA).
Bahkan, Presiden UEA Mohamed bin Zayed Al Nahyan dikabarkan tertarik membangun resort di kawasan itu.
“Memang kawasannya kan bagus ya di sana. Ada juga rawa tapi indah dan masih banyak binatang di sana, jadi pemerintah Arab saat itu tertarik buat resort,” ujar Luhut dalam wawancara yang tayang di Kompas TV, Minggu (15/6/2025).
Baca Juga:
Tunggu Perpres, Luhut Pastikan Proyek Kereta Cepat Jakarta–Surabaya Tak Mandek
Luhut menepis spekulasi bahwa ketertarikan tersebut terkait potensi migas. Menurutnya, UEA fokus pada sektor pariwisata, khususnya potensi alam eksotis yang dimiliki kepulauan Singkil.
Sengketa bermula dari keputusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian yang menetapkan bahwa empat pulau, Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang (Besar), dan Pulau Mangkir Ketek (Kecil), masuk ke wilayah administrasi Sumatera Utara.
Keputusan ini didasarkan pada kesepakatan batas wilayah darat yang melibatkan empat pemda.
“Nah, dari rapat tingkat pusat itu, melihat letak geografisnya, itu ada di wilayah Sumatera Utara, berdasarkan batas darat yang sudah disepakati oleh empat pemda, Aceh maupun Sumatera Utara,” jelas Tito.
Namun, keputusan itu ditolak keras oleh Gubernur Aceh Muzakir Manaf, yang menegaskan bahwa pulau-pulau tersebut adalah milik Aceh secara historis, administratif, dan geografis.
Muzakir bahkan menolak usulan Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution untuk mengelola pulau-pulau itu secara bersama.
“Bagaimana kita bahas, itu kan hak kita, punya kita, wajib kita pertahankan,” tegas Muzakir usai rapat tertutup dengan Forbes DPR RI dan DPD RI Dapil Aceh.
Pemerintah Aceh telah mengajukan keberatan secara resmi kepada Kemendagri dan menyertakan dokumen historis, data kependudukan, dan bukti geografis untuk memperkuat klaimnya.
Meski begitu, Aceh memilih tidak membawa sengketa ini ke jalur hukum dan tetap berharap penyelesaian melalui mekanisme administratif dan politik.
Sementara itu, Bobby Nasution menyatakan bahwa keputusan berada sepenuhnya di tangan pemerintah pusat.
Ia mengaku terbuka untuk dialog, termasuk peluang kolaborasi pengelolaan sumber daya alam di pulau-pulau tersebut.
“Tadi saya ajak Pak Gubernur Aceh bicara, ketika itu ada di Sumatera Utara atau kembali ke Aceh, kita ingin sama-sama potensinya dikolaborasikan,” ucap Bobby.
Namun polemik tak juga mereda. Menyikapi ketegangan yang terus memanas, Presiden Prabowo Subianto kini turun tangan langsung untuk mengambil alih penanganan konflik ini.
Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, usai berkomunikasi dengan Presiden.
“Hasil komunikasi DPR RI dengan Presiden RI bahwa Presiden mengambil alih persoalan batas pulau yang menjadi dinamika antara Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatra Utara,” ujar Dasco, Sabtu (14/6/2025) di Jakarta.
Lebih jauh, Dasco menyatakan bahwa Presiden Prabowo menargetkan keputusan final mengenai status kepemilikan empat pulau tersebut akan diumumkan dalam waktu dekat.
“Dalam pekan depan akan diambil keputusan oleh Presiden tentang hal itu,” katanya.
Polemik ini bukan sekadar tarik-menarik wilayah, melainkan juga menyangkut potensi besar di bidang pariwisata dan kemungkinan keterlibatan investasi internasional.
Banyak pihak menilai, keputusan akhir Presiden Prabowo akan menentukan arah investasi dan stabilitas politik antar daerah di wilayah barat Indonesia.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]