WahanaNews.co | Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko
Polhukam), Mahfud MD, mengaku mendapat informasi terkait pergerakan teroris muda yang sengaja dilatih untuk menebar teror
kepada beberapa pihak.
Menurutnya, sekelompok anak muda itu
dilatih secara khusus untuk melakukan aksi teror kepada pihak tertentu yang juga dipilih secara khusus.
Baca Juga:
Dulu Dibanderol Rp10 Miliar, Kini Jualan Kopi: Perjalanan Mengejutkan Umar Patek dari Teroris ke Barista
"Saya dapat info, ada sekelompok anak-anak muda yang dilatih di suatu tempat, khusus untuk meneror VVIP (Very Very Important Person),"
kata Mahfud, saat memberi sambutan dalam acara Penyerahan Hasil Evaluasi dan Rekomendasi Kebijakan Kementerian atau
Lembaga di Bidang Kesatuan Bangsa, yang juga digelar secara live, Rabu (16/12/2020) malam.
Namun, Mahfud
tak merinci mengenai pihak VVIP yang terancam jadi sasaran teror anak-anak muda
yang baru menjalani pelatihan tersebut.
"Saya dapat foto latihannya juga. Nah, yang
seperti ini jadi ideologi, itu radikalisme yang mengarah,
menghantam, ideologi itu" satu,
intoleran, dua" yang lebih parah dari itu, adalah teror. Teror itu karena paham jihadis. Paham jihad yang
salah," demikian pengakuan mantan Hakim Konstitusi tersebut.
Baca Juga:
Diduga Terlibat Terorisme, Siswa 19 Tahun di Gowa Ditangkap Saat Beli Air Galon
Dalam kesempatan itu, Mahfud
mengatakan, saat ini aksi-aksi dan paham-paham radikalisme memang mulai
kembali bermunculan.
Menurutnya, keutuhan ideologi
Indonesia memang saat ini sedang dihadapkan dengan
segala bentuk radikalisme.
"Jadi,
radikalisme sedang ada di tempat kita," ujar pria yang pernah menjadi
Menteri Pertahanan pada masa Kepresidenan Abdurahman Wahid (Gus Dur) di awal
reformasi itu.
Terbaru, kata Mahfud, aparat
kepolisian telah melakukan penangkapan terhadap 23 orang teroris dari berbagai
tempat.
Puluhan orang itu, sambungnya, telah
bersiap diri untuk melakukan aksi teror, dari
mulai mengebom hingga membuat kerusuhan di berbagai tempat.
"Polisi menangkap 23 orang
teroris dari berbagai tempat, yang kemudian dikumpulkan di Lampung
itu, lalu diangkut ke Jakarta. Sebanyak 23
orang itu sudah mempersiapkan kegiatan-kegiatan teror. Mengebom, membikin
kerusuhan, dan sebagainya, di berbagai tempat," kata
Mahfud.
Terpisah, Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyatakan, survei
mereka menemukan fakta bahwa potensi radikalisme pada 2020 menurun, terjadi
feminisasi radikalisme, urbanisasi radikalisme, radikalisasi generasi muda dan
netizen, dan literasi digital yang belum mampu menjadi daya tangkal efektif
melawan radikalisasi.
Dalam survei yang digelar bersama
lembaga Alvara tersebut, indeks potensi radikalisme pada 2020 mencapai 14,0
(pada skala 0-100), atau turun 12,2 persen dibanding pada
2019 yang mencapai 38,4 (pada skala 0-100).
Survei itu dirilis BNPT pada
pelaksanaan Rapat Koordinasi Nasional Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme di
Nusa Dua, Bali, Rabu (16/12/2020) malam.
Menyikapi hasil survei tersebut,
Kepala BNPT, Komjen Pol Boy Rafli Amar,
mengatakan, seluruh elemen yang terlibat dalam kerja-kerja kontra radikalisme
jangan langsung berpuas diri dan terlena.
Pasalnya, penetrasi dari jaringan
teroris internasional dalam proses radikalisasi itu mencoba menyasar generasi
milenial dan generasi Z, dengan keberadaan dan kemajuan dunia
digital.
"Mereka tahu, karena yang disasar ini anak muda, jadi bukan lagi yang tua-tua.
Bagi mereka, yang tua itu masa lalu, tapi masa depan mereka adalah generasi
muda," kata Boy. [dhn]