WahanaNews.co | Anggota DPRD DKI Jakarta, Mohamad Taufik mempertanyakan sikap Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono yang mencopot Sekretaris Partai Daerah (Sekdaprov) Marullah Matali dari jabatannya.
Mohamad Taufik mengatakan, hal itu diduga melanggar Undang-Undang Nomor 5 (UU) Tahun 2014 tentang Perlengkapan Sipil Negara (ASN).
Baca Juga:
Disebut Gagal Pimpin Kabupaten Bogor, SAMPBO Desak Mendagri Copot Iwan Setiawan
“Negara ini memiliki rule of law. Semua kebijakan harus berdasarkan hukum dan peraturan yang berlaku," kata Taufik dalam keterangan tertulisnya, Selasa (6/12/2022).
Ia menjelaskan, dalam UU ASN, khususnya pada Pasal 116 Ayat (1), ditegaskan bahwa dalam waktu dua tahun sejak dimulainya pengangkatan pejabat senior, penjabat kepegawaian dilarang mengganti pejabat penjabat tertinggi kecuali penjabat tertinggi tersebut melanggar Undang-Undang.
"Apakah Marullah Melanggar sebuah aturan hukum? Ya enggak. Jangan seenaknya saja" jelasnya.
Baca Juga:
Rombak Jajaran Pemprov DKI: Marullah Matali Jadi Deputi, Pj Sekda DKI Dijabat Uus Kuswanto
Menurutnya, ditegaskan juga pada ayat (2) bahwa pergantian pejabat tinggi dan menengah serta senior dalam waktu dua tahun dapat dilakukan atas persetujuan Presiden.
"Jangan biasakan melanggar aturan," lanjutnya.
Taufik menjelaskan, dalam Pasal 2 Permendagri Nomor 91 Tahun 2019 menyatakan, pengangkatan Pj Sekda dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: Huruf a. Sekretaris Daerah lowong untuk jangka waktu lebih dari 3 (tiga) bulan; dan huruf b. Sekretaris daerah definitif belum ditetapkan.
Pada ayat (2) Penunjukan Penjabat Sekretaris Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selanjutnya dilakukan dengan: huruf a. Menteri mengangkat Penjabat Sekretaris Daerah Propinsi; dan huruf b. Gubernur mengangkat pelaksana tugas sekretaris daerah kabupaten/kota.
Pada ayat (3) Penunjukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan dalam waktu 5 (lima) hari setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a.
Karena itu, Marullah dicopot sebagai Sekda DKI, hanya karena pertimbangan politik atau ketidaksukaan Heru. Selain itu, Sekda DKI dan Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) berperan strategis.
“Saya sedih dan sangat khawatir dengan pergantian Sekda DKI menjadi wakil. Dari sisi yuridis, jika fakta-fakta tersebut terbukti secara hukum, maka SK Plt Gubernur DKI itu cacat hukum. Padahal, pelaksanaannya tidak sah dan batal demi hukum,” jelasnya.
"Saya sampaikan ini, dikarenakan Heru penjabat yang taat kepasa aturan dan hukum, bukan seorang penjabat pemberani," pungkasnya. [sdy]