WAHANANEWS.CO, Jakarta – Pengamat kebijakan publik yang salah satu konsennya menyoroti kebijakan pemerintahan Provinsi DKI Jakarta Sugianto Emik, angkat bicara terkait ASN DKI Jakarta Wahyu Handoko yang dikabarkan mengirimkan surat laporan ke KPK terkait dugaan KKN yang melibatkan Sekda Marullah Matali.
Sugianto mengkatakan dirinya telah bertemu langsung Wahyu Handoko. Dengan tegas dan jujur, Wahyu membantah tuduhan tersebut. Ia menegaskan bahwa dirinya sama sekali tidak pernah membuat, apalagi mengirimkan surat laporan ke KPK.
Baca Juga:
Jakpro Sebut LRT Velodrome-Manggarai Mampu Tingkatkan Pengguna Transportasi Publik
Kata Segianto, atas situasi yang menyeret namanya, Wahyu Handoko menyatakan akan mengambil langkah-langkah untuk memulihkan nama baiknya serta institusi tempat ia bekerja, yakni Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta.
Rabu, (14/5/2025), Wahyu telah melaporkan masalah ini ke Kepolisian Jakarta Pusat. Ia melaporkan dugaan tindak pidana pencemaran nama baik, penistaan melalui tulisan, dan atau pemalsuan surat yang dilakukan oleh pihak tak dikenal.
“Informasi ini saya konfirmasi langsung kepada Wahyu, dan ia membenarkan bahwa laporan tersebut sudah dilayangkan ke pihak kepolisian,” kata Suginato kepada wartawan, Kamis (15/5/2025).
Baca Juga:
Marullah Dicopot dari Sekda, Ini Kata Anggota DPRD DKI
Wahyu Handoko merasa dirugikan karena namanya dicatut sebagai pengirim surat kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam surat tersebut, ia disebut sebagai pelapor dugaan penyalahgunaan jabatan, kewenangan, serta korupsi yang dilakukan oleh Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta. Padahal, Wahyu menegaskan bahwa ia tidak pernah mengirim surat tersebut.
“Pernyataan langsung dari ASN BKD Wahyu Handoko tersebut menjadi bukti kuat bahwa surat yang beredar tersebut adalah palsu, serta tidak dapat di pertanggung jawabkan subtansi, makna surat kaleng terebut. Saya menduga bahwa surat ini sengaja disebarkan untuk merusak harmonisasi Birokrasi dibawah Kepemimpinan Gubermur Pramono dan Bang Doel, serta untuk menimbulkan dampak negatif lainnya, terutama program 100 hari Kerjanya,” jelas Sugianto.