WAHANANEWS.CO, Jakarta - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, melakukan kunjungan kerja ke UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) di Provinsi Sulawesi Selatan.
Dalam kunjungan ini, ia menekankan dua isu krusial yang masih menjadi tantangan, yakni ketiadaan data anak yang terpilah secara rinci di tingkat desa serta masih tingginya angka kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan.
Baca Juga:
Soal Pergub Poligami ASN, Menteri PPPA Minta Pemprov DKI Kaji Ulang
Dalam diskusi bersama jajaran UPTD dan stakeholder terkait, terungkap bahwa pendataan di wilayah desa masih belum memadai.
Anak-anak hanya dicatat secara agregat tanpa diferensiasi berdasarkan usia, jenis kelamin, maupun kondisi disabilitas.
“Data yang tidak terpilah menyulitkan pemerintah merancang kebijakan yang responsif dan tepat sasaran. Kita butuh pembaruan sistem pendataan yang kolaboratif lintas sektor, agar perlindungan terhadap anak tidak hanya retoris,” kata Menteri PPPA, dikutip Senin (26/5/2025).
Baca Juga:
PPPA Kolaborasi dengan Berbagai Pihak, Perkuat Lembaga Penyedia Layanan Perlindungan Perempuan dan Anak
Kepala Dinas PPPA Sulawesi Selatan, Andi Marni, menambahkan bahwa persoalan utama dalam pendataan di desa disebabkan oleh belum adanya petunjuk teknis dari pemerintah pusat, lemahnya koordinasi antarlembaga, serta keterbatasan sumber daya manusia dan anggaran yang tersedia.
Selain meninjau aspek pendataan, Menteri Arifah juga menyempatkan bertemu langsung dengan sejumlah korban kekerasan yang saat ini dalam pendampingan UPTD.
Terdapat lima korban, terdiri dari dua perempuan dewasa dan tiga anak-anak.
Dua korban dewasa berinisial AAK (24) dan AUM (19) merupakan penyintas kekerasan seksual.
Sedangkan anak-anak korban antara lain PS (11) yang mengalami kekerasan seksual, serta SZ (10) dan DIP (9) yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) berupa penganiayaan berat.
“Kami hadir untuk mendengar langsung dan memastikan bahwa para korban mendapatkan layanan pendampingan dan pemulihan yang layak. Negara harus hadir memberi perlindungan dan keadilan,” ujarnya.
Saat ini, kelima korban masih membutuhkan pendampingan lanjutan dari UPTD PPA, khususnya untuk pemulihan kondisi psikologis dan pemenuhan hak-hak dasar mereka.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]