WahanaNews.co, Jakarta - Migrant Care melakukan pemantauan pada pemungutan suara ulang (PSU) Pemilu 2024 di Kuala Lumpur, Malaysia.
Migrant Care memaparkan sejumlah catatan dari temuan mereka sebelum dan selama pelaksanaan PSU di Kuala Lumpur.
Baca Juga:
PT Bank Kalteng Awali Kuartal IV 2024 dengan Kinerja Efisien dan Tangguh
Migrant Care memantau PSU di Kuala Lumpur yang dilakukan dengan dua metode, yaitu TPS luar negeri di gedung World Trade Center (WTC) dan beberapa lokasi kotak suara keliling. DPT yang ditetapkan KPU sebanyak 62.217.
"PSU ini digelar secara asal-asalan," kata perwakilan Migrant Care, Trisna Dwi Yuni Aresta, saat jumpa pers di akun YouTube Migrant Care, Minggu (10/3/2024).
Temuannya, panitia KPPS direkrut dan diumumkan pada Jumat 8 Maret, hanya berselang 2 hari sebelum pemungutan. Sementara itu beberapa anggota KPPS cadangan baru diumumkan pada Sabtu 9 Maret pagi.
Baca Juga:
Kinerja Industri Jasa Keuangan di Solo Raya Catat Peningkatan Menjanjikan
Selain itu, Migrant Care menemukan petugas registrasi baru dikabari melakukan tugasnya pada Minggu 10 Maret pagi. Pemutakhiran DPT PSU di Kuala Lumpur juga disorot.
"Data pemutakhiran DPT juga tidak valid, yang terkesan dilakukan sembunyi-sembunyi, tidak dibuka ke publik," ujar Trisna.
Sosialisi PSU juga dinilai tidak maksimal dan disebut banyak WNI yang tidak mengetahui PSU di Kuala Lumpur. Migran Care juga menemukan adanya KSK yang terkendala izin sehingga gagal melakukan PSU.
Selanjutnya, Migrant Care juga menemukan undangan pemilih di meja masing-masing TPS. Padahal, seharusnya undangan diserahkan kepada pemilih.
"Lalu, perlu diketahui bersama, sekitar 124 anggota KPU diterbangkan ke Kuala Lumpur untuk mempersiapkan PSU tapi kami nilai 124 anggota KPU ini kami anggap juga gagal untuk menyelenggarakan PSU," ucapnya.
Pelaksanaan PSU
Temuan Migrant Care, tidak adanya data yang valid membuat WNI terkendala melaksanakan PSU di Kuala Lumpur. Sementara itu, tidak sistem informasi yang memadai oleh KPU untuk menanggulangi kebingungan pemilih di lokasi PSU.
"Kami sudah mengingatkan KPU untuk menyiapkan desk informasi di depan agar para pemilih tidak kebingungan untuk melakukan pemilihan," sebutnya.
"Kami masih menemukan banyak sekali data yang ketika dicek di DPT online melalui nomor paspor, namun tidak terdaftar. Justru terdaftar pada nomor NIK dan berisi DPT di masing-masing daerah dia tinggal di Indonesia," tambahnya.
Migrant Care juga menemukan diplomat di Kuala Lumpur juga berstatus DPK. Selain itu, ditemukan juga dugaan politik uang dan mobilisasi pemilih.
"Banyak politik uang dan mobilisasi pemilih yang kami saksikan secara langsung di TPS. Termasuk banyak caleg DPR RI yang datang ke Kuala Lumpur," tuturnya.
Pada pelaksanaan PSU, ditemukan pula KSK yang dikembalikan karena tidak penanggung jawab di lokasi, sehingga dikembalikan ke gedung WTC. Ditemukan pula tidak ada manajemen kerumunan.
Pada akhir waktu, sekitar pukul 18.00 waktu Malaysia, dari 2.000 DPT di tiap TPS, yang datang hanya 6-10 orang, dan ada sekitar 200 DPK.
"Berdasarkan penuturan petugas KPPS, data kali ini sangat tidak equal dibanding antara DPT dan DPK, beda dengan 11 Februari yang masih menunjukkan saling mendekati DPT dan DPK," imbuhnya.
[Redaktur: Sandy]