WahanaNews.co |
Kemarin, Presiden Joko Widodo alias Jokowi memberikan arahan dalam Pembukaan
Rapat Koordinasi Nasional Pengawasan Intern Pemerintah 2021.
Dalam arahannya, Jokowi menyinggung beberapa
hal yang menurutnya kurang dijalankan baik oleh jajarannya.
Baca Juga:
Dua Pekan Menjelang Pilkada Jakarta, Pasangan Calon Berebut Dukungan Jokowi-Anies
Jokowi sendiri membuka arahannya dengan
wanti-wanti keras soal pengawasan anggaran.
Dia meminta Badan Pengawas Keuangan dan
Pembangunan (BPKP) memantau ketat anggaran kementerian dan lembaga.
Dia tidak ingin serupiah pun anggaran salah
sasaran.
Baca Juga:
Ribuan Warga Hadir, Saat Jokowi Blusukan di Banyumas Dampingi Luthfi
Selain itu, Jokowi juga mengingatkan pejabat
negara untuk tidak melakukan korupsi.
Dia menegaskan, tidak memberikan toleransi
sedikit pun terkait penyelewengan anggaran.
"Dan pengawasan (BPKP) harus menjamin,
tidak ada serupiah pun salah sasaran. Tidak ada yang disalahgunakan, apalagi
dikorupsi. Berkali-kali saya sampaikan, saya tidak akan berikan toleransi
sedikitpun terhadap adanya penyelewengan anggaran," tegas Jokowi,
disiarkan melalui YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (27/5/2021).
Jokowi lantas mengungkapkan beberapa hal yang
menurutnya belum dijalankan maksimal oleh jajarannya.
K/L Pusat dan Daerah Minim Belanja
Jokowi mengaku masih belum puas dengan
realisasi anggaran belanja pemerintah di kuartal I 2021.
Dia meminta kementerian dan lembaga lebih
banyak melakukan belanja untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Jokowi memaparkan, realisasi belanja APBN
masih di angka 15%, sementara untuk APBD masih 7%.
Serapan belanja anggaran pemulihan ekonomi
nasional pun baru 24,6%, padahal Rp 700 triliun disiapkan untuk memulihkan
ekonomi dari dampak pandemi.
"Saya minta percepatan belanja pemerintah
dikawal dan ditingkatkan, dan supaya kita tahu semuanya, realisasi belanja
pemerintah masih rendah, sekitar kurang lebih 15% untuk APBN, dan 7% untuk
APBD, masih rendah. Serapan belanja PEN juga masih rendah, baru 24,6%, sekali
lagi kecepatan, tapi juga ketepatan sasaran," ungkap Jokowi.
Sementara itu, kecepatan pengadaan barang dan
jasa juga dikatakan Jokowi masih sangat lambat.
Di kuartal pertama, realisasi pengadaan jasa
di kementerian dan lembaga pusat baru 10,98%.
Sementara di pemerintah daerah cuma 5%.
Dia meminta BPKP dan Aparat Pengawas Intern
Pemerintah (APIP) mencari apa penyebab lambatnya belanja yang dilakukan
kementerian dan lembaga, serta daerah.
Dia menyebutkan, di kuartal kedua, pemerintah
menargetkan pertumbuhan ekonomi mencapai 7%.
Hal itu, menurutnya, tidak mudah, namun bisa
dicapai dengan memperbanyak belanja pemerintah untuk mendorong perekonomian.
"Karena target di kuartal kedua kita
bukan barang yang mudah, 7%. Dari, bayangkan, minus 0,74% melompat ke 7%, saya
yakini kalau semua bekerja keras, belanja segera dikeluarkan realisasinya, maka
itu bukan suatu yang mustahil," kata Jokowi.
Jokowi menegaskan, angka pertumbuhan ekonomi
7% di kuartal ke dua harus dicapai.
Bila hal itu tidak bisa dicapai, maka target
pertumbuhan ekonomi tahunan di angka 4,5 - 5,5% tidak akan bisa dirasakan.
Buruknya Perencanaan Proyek Infrastruktur
Jokowi juga menyoroti kualitas perencanaan
program pemerintah yang buruk.
Menurutnya, kualitas perencanaan perlu terus
ditingkatkan.
Jokowi melihat, masih ada program yang tidak
jelas ukuran keberhasilannya.
Perencanaan program yang buruk ini, menurutnya,
sering terjadi juga di proyek infrastruktur.
Dia mengaku, sejauh ini dia sering melakukan
peninjauan di beberapa proyek, dan di sanalah Jokowi melihat ada yang tidak
beres.
Contohnya, ada waduk namun tak memiliki
irigasi.
Sayangnya, Jokowi tak menyebut nama dan lokasi
waduk itu.
"Saya melihat. Saya ini di lapangan
terus. Ada waduk, tapi nggak ada irigasinya. Irigasi primer, sekunder, tersier,
ini nggak ada. Ada itu saya temukan di lapangan," ungkap Jokowi.
Ada juga sebuah pelabuhan yang baru dibangun,
namun tak memiliki jalan akses.
Jokowi jengkel dan bertanya-tanya, bagaimana
bisa pelabuhan itu digunakan.
Lagi-lagi, dia tak menjelaskan pelabuhan apa
dan di mana letaknya.
"Kemudian, bangun pelabuhan, pelabuhan
baru, nggak ada akses jalan ke situ. Ya apa-apaan? Gimana pelabuhan itu bisa
digunakan," tegas Jokowi.
Data Bansos Amburadul
Jokowi juga kesal, akurasi data kelolaan
pemerintah masih sangat buruk.
Salah satu yang disebutkannya adalah tidak
akuratnya data bansos.
Dia menilai, data bansos banyak yang tumpang
tindih.
Menurutnya, akurasi data yang buruk ini dapat
membuat penyaluran bantuan dari pemerintah ke masyarakat jadi lambat dan tidak
tepat.
"Perihal akurasi data, ini masih jadi
persoalan sampai hari ini, dampaknya ini ke mana-mana. Contohnya, data bansos
nggak akurat, tumpang tindih. Penyalurannya jadi nggak cepat, lambat, dan nggak
tepat sasaran. Begitu juga data penyaluran bantuan pemerintah lainnya,"
kata Jokowi.
Bukan cuma data bansos, Jokowi juga
menyinggung seringnya data pemerintah pusat dan daerah tidak sinkron.
Dia meminta hal ini bisa segera diselesaikan. [qnt]