WahanaNews.co | Kasus
Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kembali muncul ke permukaan setelah
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, blak-blakan ke media soal keterlibatan Hutomo Mandala Putra alias Tommy
Soeharto dan Agus Anwar karena dinilai tidak kooperatif.
Baca Juga:
Tertinggi Se-Indonesia, Gedung 100 Lantai Siap Dibangun di Kawasan Semanggi
Kronologi awalnya, utang BLBI merupakan kasus masa lalu
yakni warisan dari krisis moneter 1997-1998. Saat itu krisis tersebut menyebabkan
dampak kepada perbankan.
"Banyak bank yang mengalami kesulitan dan pemerintah
dipaksa untuk melakukan apa yang disebut dengan penjaminan kepada seluruh
perbankan Indonesia saat itu," tutur Menteri Keuangan Sri Mulyani
Indrawati dalam konferensi pers, Jumat (28/7/2021) kemarin.
Sri Mulyani menjelaskan saat itu banyak bank ditutup,
diakuisisi, atau merger dengan perusahaan lain. Dalam kondisi itu lah
pemerintah melalui Bank Indonesia (BI) membantu dengan cara menyuntikkan
likuiditas ke perbankan.
Baca Juga:
Kemenkeu Ungkap 2 Dugaan Ini, Mengapa Aset Tommy Soeharto Tak Laku Dilelang
"Dalam rangka untuk menjaga stabilitas sistem keuangan,
maka BI melakukan apa yang disebut bantuan likuiditas kepada bank-bank yang mengalami
kesulitan," jelasnya.
Bantuan likuiditas itu, sambung dia, dibiayai lewat surat
utang negara (SUN) yang sampai sekarang masih digenggam oleh BI. Selama 22
tahun pemerintah disebut menanggung beban pembayaran utang, baik pokok dan
bunga hingga saat ini.
"Kalau dihitung selama 22 tahun, kita mengeluarkan
bunganya bisa sampai kalau dulu itu mencapai di atas 10%. Kalau sekarang suku
bunga barangkali sudah mulai turun tapi itu tetap tabungan yang luar biasa yang
harus kita kembalikan," imbuhnya.
Oleh sebab itu, pemerintah akan terus mengejar aset obligor
dan debitur BLBI untuk melunasi kewajibannya. Tidak hanya yang di dalam negeri,
tetapi juga aset yang berada di luar negeri.
"Pemilik bank dan debitur harus mengembalikan dana
tersebut. Itulah muncul tagihan apa yang kami sebut program BLBI akibat krisis
keuangan 1997-1998," jelasnya.
Satgas BLBI telah memanggil 48 debitur dan obligor tersebut
untuk mengembalikan kewajibannya kepada negara. Salah satunya adalah Putra
bungsu mantan Presiden Soeharto, Tommy Soeharto.
Tommy dipanggil atas nama pengurus dari PT Timor Putra
Nasional. Satgas BLBI menyebut utangnya ke negara hingga Rp 2,6 triliun.
Sri Mulyani mengatakan pihaknya akan terus menghubungi
obligor dan debitur sampai kepada keturunannya. Pasalnya, beberapa usaha obligor
dan debitur tersebut bisa saja sudah dialihkan ke anak atau cucu.
"Saya berharap kepada para obligor dan debitur tolong
penuhi semua panggilan dan mari kita segera selesaikan obligasi atau kewajiban
Anda semua yang sudah 22 tahun merupakan suatu kewajiban yang belum
diselesaikan," pintanya. [rin]