WahanaNews.co |
Indonesia sebagai salah satu negara dengan populasi terbanyak di dunia
senantiasa menjadi pasar yang menarik bagi sektor industri apapun, tak
terkecuali industri keuangan syariah.
Saat ini, sedikitnya 230 juta
penduduk, atau sekitar 87 persen dari total populasi di Indonesia, merupakan
pemeluk agama Islam.
Baca Juga:
Erick Thohir Rencanakan Muamalat dan BTN Jadi Bank Syariah Terbesar di Indonesia
Dengan jumlah tersebut, pasar
domestik sudah seharusnya menjadi "rumah" bagi pengembangan sektor industri
keuangan syariah di Tanah Air.
"Tidak hanya lewat pendekatan
agama, secara tradisi dan budaya lokal yang telah turun temurun diajarkan
sebagai local wisdom di tengah-tengah
masyarakat Indonesia juga tidak sedikit yang sesuai dan sejalan dengan
prinsip-prinsip keuangan syariah," ujar Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi
dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Tirta Segara, dalam
sambutannya pada diskusi Milenial Syariah
Festival 2021, dikutip Senin (28/6/2021).
Menurut dia, ada beberapa
kesepakatan kerjasama di bidang pertanian dan juga peternakan yang banyak
diterapkan dalam budaya masyarakat Indonesia yang sejalan dengan
prinsip-prinsip syariah.
Baca Juga:
Dorong Peningkatan Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah, Bank Muamalat Kolaborasi dengan Unisba
Kesepakatan tersebut dibangun
atas dasar sistem bagi hasil yang adil dan saling menguntungkan untuk kedua
pihak.
"Masyarakat kita mengenal
istilah maro, yaitu bagi hasil, di
mana masing-masing pihak mendapatkan separuh bagian. Ada juga istilah mertelu, yang tidak hanya dikenal di
Jawa, namun juga di Sumatera Utara, Bali, Nusa Tenggara, dan beberapa daerah
lain, di mana baik keuntungan ataupun kerugian dibagi tiga, atau pihak
pengelola mendapatkan hak sepertiga dari yang didapat," paparnya.
Dengan banyaknya kearifan
lokal yang sejalan dan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, menurutnya,
seharusnya tidak ada alasan lagi bagi Indonesia untuk tidak bertumbuh dan
berkembang menjadi pusat perekonomian sekaligus keuangan syariah dunia.