WAHANANEWS.CO, Jakarta - Analis komunikasi politik Hendri Satrio (Hensat) mengkritisi instruksi PDI Perjuangan yang melarang kepala daerah dari partainya untuk menghadiri retreat yang digelar Presiden Prabowo Subianto di Magelang, Jawa Tengah.
Menurut Hensat, PDIP harus memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai alasan di balik larangan tersebut.
Baca Juga:
Sempat OTW Magelang, 8 Kepala Daerah Asal Sumut Pilih Kembali Pulang
Ia menyoroti bahwa kepala daerah adalah pejabat publik yang dipilih langsung oleh rakyat, bukan sekadar kader partai yang terikat penuh dengan instruksi partai.
“Kepala daerah itu sudah menjadi pejabat publik, dipilih rakyat, bukan hanya sebagai kader partai. Kalau ada larangan dari partai untuk menghadiri acara negara, PDIP perlu menjelaskan lebih lanjut agar tidak menimbulkan kesalahpahaman,” ujar Hensat kepada wartawan, dikutip Sabtu (22/2/2025).
Hensat menilai instruksi tersebut bisa berdampak pada dinamika politik nasional. Larangan ini, menurutnya, dapat menciptakan jarak antara kepala daerah PDIP dengan pemerintahan Prabowo.
Baca Juga:
Menhut Raja Juli Diserang Netizen Gara-gara Sindir PDIP, Warganet: Lu Ini Menteri Atau Buzzer?
Bahkan, ia melihat ada potensi beberapa kepala daerah PDIP meninggalkan partai dengan alasan ingin tetap berorientasi pada kepentingan rakyat yang memilih mereka.
“Apakah PDIP sudah mempertimbangkan kemungkinan bahwa kepala daerah yang diusungnya bisa saja keluar demi memperjuangkan kepentingan rakyat? Ini yang perlu diperhitungkan,” tambahnya.
Hensat juga mengingatkan agar PDIP berhati-hati dalam mengambil sikap agar tidak menimbulkan kesan konfrontasi terhadap pemerintahan yang sah.
“Jangan sampai rakyat menilai PDIP sedang melawan negara atau menolak mengikuti arahan kepala negara,” tegasnya.
Menurutnya, PDIP perlu menjelaskan posisi mereka dengan lebih terbuka agar publik tidak salah memahami maksud di balik instruksi tersebut.
Hensat menuturkan pentingnya membedakan peran kepala daerah sebagai pejabat publik yang memiliki tanggung jawab terhadap rakyat, dengan status mereka sebagai kader partai.
“Mereka diundang sebagai kepala daerah yang dipilih rakyat, bukan sekadar kader partai. PDIP harus menjelaskan ini agar tidak muncul polemik yang merugikan,” tutupnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]