WAHANANEWS.CO, Jakarta - Pemerintah tengah menyusun Compliance Improvement Program (CIP) untuk mengatasi aktivitas ekonomi tersembunyi atau shadow economy, dengan memastikan bahwa usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) tidak menjadi sasaran dari program tersebut.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan dalam penyusunan program kepatuhan, baik dalam sistem formal maupun informal, pemerintah berusaha menjamin tiap wajib pajak merasa diperlakukan secara adil sesuai dengan kemampuan ekonomi masing-masing.
Baca Juga:
Kemendag Perkuat UMKM Batam melalui Klinik Desain untuk Tembus Pasar Global
“Jadi, kami juga tidak akan memajaki yang bukan kemampuan mereka. Tapi, kalau ada yang memang kemampuannya sesuai peraturan perundang-undangan, itu yang akan terus kami tegakkan,” kata Sri Mulyani dikutip dari Konferensi Pers RAPBN dan Nota Keuangan 2026 di Jakarta, Sabtu (16/8/2025).
Untuk UMKM informal, pemerintah akan tetap mengedepankan pemberian fasilitas pajak dalam mendorong kepatuhan pajak UMKM.
Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) misalnya, pemerintah menetapkan fasilitas pendapatan tidak kena pajak (PTKP) senilai Rp500 juta untuk UMKM wajib pajak orang pribadi.
Baca Juga:
Dinkop UKM Sulteng Gelar Pelatihan Manajemen Pemasaran Tingkatkan Daya Saing Pelaku Usaha
Sedangkan UMKM yang omzetnya mencapai Rp4,8 miliar, dibebankan pajak penghasilan (PPh) final 0,5 persen.
“Itu masih akan berlaku. Kami berharap itu akan membuat UMKM merasa diberikan pemihakan. Karena banyak sekali yang berpersepsi bahwa seluruh bidang usaha, terutama yang tidak mampu, terbebani dengan pajak tersebut,” tambahnya.
Sri Mulyani menegaskan program yang disiapkan untuk mengatasi shadow economy lebih berfokus pada aktivitas ilegal, terutama yang berkaitan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto.