WahanaNews.co, Jakarta - Pendiri Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center atau Pusat Rehabilitasi Korban NII yang juga seorang penulis buku Tuhan Kita Sama yaitu Ken Setiawan angkat bicara terkait konflik antara kelompok Salafi Wahabi dan Habib Syiah di Indonesia.
Menurutnya hal itu adalah upaya penjajahan budaya tradisional lokal Indonesia dengan kedok agama arabisasi yang saat ini sudah sangat meresahkan dan membahayakan, bahkan diprediksi dapat menimbulkan potensi konflik horisontal.
Baca Juga:
Ketua PBNU Sebut Pengurus yang Maju Pilkada 2024 Bakal Dinonaktifkan
Kedua kelompok tersebut di negara negara Timur Tengah seperti di Suriah, Libya, Yaman selalu berkonflik dan berperang mewarisi dendam masa lalu yaitu antara sahabat dan keluarga nabi setelah Nabi meninggal, dikhawatirkan konfliknya juga akan bergeser ke Indonesia jika jumlah mereka semakin membesar.
“Kedua kelompok baik Habib Syiah dan Salafi Wahabi di Indonesia hanya mengedepankan ibadah ritual, bukan spiritual yang menghadirkan Tuhan dalam realitas kehidupan, sehingga mereka keras hatinya, mudah merendahkan kelompok kyai dan ulama di Nusantara,” kata Ken dalam keterangan tertulis, dikutip Minggu (8/9/2024).
Kelompok Habib Syiah dan Salafi Wahabi di Indonesia masing masing juga terpecah menjadi banyak cabang, ada yang lembut dan ada pula yang keras, masyarakat yang menjadi korban adalah mereka yang minim literasi sehingga tertipu dengan manipulasi dan propagandanya
Baca Juga:
Bahas NU-PKB, 60 Kiai Sepuh Kumpul di Tebuireng
Menurut Ken, ada dua organisasi besar di Indonesia yang menjadi sasaran perekrutan kelompok Habib Syiah dan Salafi Wahabi, dan banyak tokoh-tokohnya sudah banyak yang terpapar yaitu tokoh Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.
NU dijajah oleh kelompok Habib Syiah dan faktanya saat ini di tubuh organisasi PBNU juga retak bahkan terpecah belah. Begitu pula organisasi Muhamadiyah dijajah Salafi Wahabi kini ada istilah MuSa atau Muhamadiyah Salafi.
Kelompok Salafi Wahabi adalah mereka yang mewajibkan pemeluknya mengikuti agama dan budaya arab seperti jaman nabi, kelompok ini kaku dalam beragama anti terhadap budaya kearifan lokal di Indonesia, tidak segan-segan mengharamkan, membid’ahkan bahkan mengkafirkan orang orang yang diluar kelompoknya.
Banyak artis, pejabat bahkan aparat TNI/Polri yang terpapar ajaran Salafi Wahabi, disebabkan menonton tayangan ceramah di medsos dan salah mengundang penceramah dengan jargon cinta sunnah.
Dampaknya adalah sering terjadi perpecahan, permusuhan, kedengkian, saling mengkafirkan, menjatuhkan, bahkan saling membunuh diantara umat Islam sendiri yang tidak sepaham dengan mereka.
Menurut catatan Densus 88 dan BNPT I hampir semua teroris yang ditangkap dan dipenjara rata-rata latar belakang pemahaman adalah NII dan Salafi Wahabi
Sedangkan Kelompok Habib Syiah adalah kelompok aliran atau paham yang mengklaim keluarga nabi dan mengidolakan Ali bin Abi Thalib serta keturunannya secara berlebihan.
Di Indonesia yang diyakini sebagai keturunan Ali Bin Abi Thalib oleh masyarakat salah satunya adalah kelompok Habib dan pendukungnya disebut Muhibbin.
Kelompok Habib Syiah bisa masuk ke NU karena dipercaya mereka adalah keturunan nabi dari jalur Ali, pengikutnya tak perlu ikut ngaji kepada kyai atau ulama nusantara, cukup ikut Habib Syiah, bersholawat dan memberikan sodaqoh hartanya maka akan mendapatkan jaminan surga.
Jadi, jika ada wajah ke arab-araban dan mengaku habib walaupun nasabnya tidak jelas maka habib dianggap wajib dihormati dan kasta derajatnya lebih tinggi dari masyarakat biasa.
“Jangankan hartanya, istri dan anak pendukungnya diberikan kepada Habib Syiah. Sejatinya kelompok Syiah dan Salafi Wahabi di timur tengah itu berkonflik dan berperang bukan karena mempertahankan agama, tapi memperebutkan kekuasaan atas nama agama, sebab budaya di Timur Tengah cenderung jika menyelesaikan persoalan jika tidak ada titik terang adalah dengan perang,” jelas Ken.
Jika budaya konflik perang tersebut dibawa dan digeser ke Indonesia dan masing masing kelompok itu juga menyebarkan paham dendam kebencian nya kepada masyarakat Indonesia maka hal ini yang sangat berbahaya dan mengakibatkan konflik horizontal.
Jumlah kelompok Habib Syiah dan Salafi Wahabi di Indonesia saat ini masih kecil, jika mereka sudah besar, tidak mustahil Indonesia akan menjadi medan perang untuk mereka dan berpotensi akan menjadi negara seperti Suriah dan Libya yang dulu damai dan sejahtera kini menjadi negara yang hancur.
Saat ini masyarakat sudah cerdas dan belajar sejarah, banyak tokoh Kyai dan Ulama Nusantara yang berani mengkritisi dengan membuat studi dan tesis tentang sejarah yang di manipulasi oleh kelompok Habib Syiah dan Salafi Wahabi dibongkar dan menjadi diskusi umum di masyarakat sehingga tercerahkan.
“Jika konflik Habib Syiah dan Salafi Wahabi tidak diantisipasi dan ditangani cepat, maka diperkirakan akan menjadi bom waktu dan kedepan akan menjadi potensi konflik yang lebih besar,” tutup Ken.
[Redaktur: Alpredo Gultom]