WahanaNws.co | Peneliti Klimatologi pada Pusat Riset Iklim dan Atmosfer (PRIMA), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Erna Yulihastin menyebutkan, ada potensi cuaca ekstrem seperti hujan deras dan peningkatan angin kencang di wilayah barat Indonesia (Jawa, Sumatra, Kalimantan), termasuk juga di wilayah Laut Jawa dan Selat Sunda.
Erna menilai, kondisi itu dikarenakan pembentukan sepasang sistem depresi tropis di selatan dan utara Indonesia.
Baca Juga:
Prediksi BMKG: Cuaca Ekstrem Landa Sejumlah Wilayah pada 21-22 Maret 2024
"Di bagian selatan, bibit siklon tropis 98 S di Samudra Hindia, selatan Jawa masih eksis, sementara di bagian utara terdapat prakondisi pembentukan bibit siklon tropis 98W di utara Kalimantan," kata Erma dalam keterangan tertulis diterima rri.co.id, Kamis (28/4/2022).
Kedua sistem depresi tropis ini, lanjut Erma, telah berdampak pada penguatan angin timuran dan selatanan. Penguatan angin berasal dari selatan Jawa melewati Selat Sunda dan Laut Jawa, sehingga membangkitkan badai-badai dahsyat di lautan karena disertai dengan pembentukan wilayah-wilayah konvergensi yang menyebar secara acak di berbagai lokasi, baik di lautan maupun pesisir.
Diuraikanya, dari sisi kekuatan, bibit siklon yang terbentuk di utara (98W) dapat tumbuh dan berkembang lebih cepat karena dukungan daerah konvergensi antar-tropis atau ITCZ yang saat ini berada di Lintang Utara (2-5 LU).
Baca Juga:
Simak, Ini yang Terjadi Jika Petir Menyambar Tubuh
Sementara itu, 98S yang berlokasi di Samudra Hindia selatan ekuator (15 LS-105 BT) cenderung tetap atau stasioner (konstan terhadap waktu) karena lokasi tersebut merupakan pertemuan antara dua gelombang atmosfer tropis ekuator yaitu Kelvin dan Rossby.
"Pertemuan dua gelombang tersebut dapat diamati dari data penjalaran uap dari dari barat (Kelvin) dan dari timur (Rossby) melalui data monitoring satelit dari GATOTKACA-BRIN," ungkapnya.
Selain itu, tambahnya, aktivitas gelombang Kelvin dan Rossby di wilayah tersebut juga ditunjukkan oleh prediksi gelombang atmosfer kuantitatif oleh pusat studi iklim Universitas California Utara (NCICS).
"Keberadaan gelombang Kelvin dapat dilihat secara visual dari pembentukan sepasang dua sistem vorteks di utara dan selatan seperti yang terjadi saat ini," beber Erma.
Berdasarkan penelitian terkini, lanjutnya, gelombang Kelvin memiliki peran paling dominan dalam memicu hujan ekstrem di Pulau Jawa, dibandingkan jenis gelombang atmosfer lainnya.
Dengan kata lain, imbuh Erma, jika fitur spasial sepasang sistem badai tropis ini terus menetap, bahkan menguat, maka potensi cuaca ekstrem ini dapat terus terjadi hingga awal Mei 2022.
"Hal yang perlu diwaspadai adalah pembentukan badai dahsyat di laut (storm surge) berupa angin kencang dan hujan ekstrem yang dapat terjadi di Selat Sunda dan Laut Jawa dan membahayakan bagi aktivitas pelayaran," tandasnya.
Selain itu, paparnya, hujan ekstrem di darat juga dapat terjadi secara acak dan lebih sulit diprediksi karena sistem konveksi menimbulkan hujan eksrem tersebut termasuk kategori konveksi lemah.
"Sistem konveksi yang lemah merupakan ciri utama sistem konveksi yang terjadi selama musim kemarau di Indonesia," ujarnya.
Sebelumnya, diberitakan, Pelabuhan Merak, Cilegon Banten dihantam cuaca ekstrem berupa hujan deras dan angin kencang, Rabu (27/4/2022) malam.
Hal itu dipantau berdasarkan sebuah video yang beredar milik Personel Unit Siaga SAR Basarnas Banten, Fauzan yang melaporkan kondisi di sekitar Pelabuhan Merak.
"Izin menyampaikan kondisi Pelabuhan Merak 27 April 2022. Untuk saat ini Merak diguyur hujan dengan intensitas sedang, bahkan tadi sempat diguyur hujan dengan intensitas tinggi," ungkap personel Basarnas Banten itu.
"Tenda di sebelah saya roboh, gelombang di sekitaran 0.5 hingga 1.5 meter. Kondisi sekarang didominasi truk, untuk sekarang masih dalam kondisi aman dan terkendali," demikian Fauzan. [rin]