WAHANANEWS.CO, Jakarta - Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni menegaskan bahwa program perhutanan sosial memiliki peran strategis dalam menciptakan pembangunan ekonomi yang inklusif sekaligus menjaga keberlanjutan lingkungan hidup.
Hal itu disampaikan Raja Juli Antoni saat memberikan paparan dalam acara Indonesia International Sustainability Forum (ISF) yang digelar di Jakarta International Convention Center (JICC), Jumat (10/10/2025).
Baca Juga:
Kawasan KEK Sei Mangkei Akan Butuhkan Banyak Tenaga Kerja, MARTABAT Prabowo-Gibran Desak Pemerintah Siapkan SDM yang Mumpuni
“Perhutanan sosial yang paling penting karena berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Perhutanan sosial memberikan kontribusi nyata terhadap pembangunan ekonomi inklusif,” ujar Raja Juli Antoni.
Menurutnya, konsep perhutanan sosial tidak hanya memberikan akses bagi masyarakat untuk mengelola hutan secara berkelanjutan, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru melalui kegiatan produktif berbasis sumber daya hutan.
Program ini, lanjutnya, menjadi wujud nyata keadilan sosial dan ekonomi di sektor kehutanan.
Baca Juga:
Dorong Mobilitas, Tiongkok Terbitkan Visa Khusus untuk Warga ASEAN dan Timor-Leste
Berdasarkan data Kementerian Kehutanan (Kemenhut), total nilai transaksi ekonomi yang dihasilkan dari aktivitas masyarakat kehutanan sosial telah mencapai Rp4,5 triliun.
Angka tersebut menunjukkan besarnya potensi ekonomi dari hutan yang dikelola secara berkelanjutan oleh masyarakat.
Lebih lanjut, Raja Juli Antoni menjelaskan bahwa pemerintah kini menaruh perhatian yang seimbang pada aspek kualitas dan kuantitas dalam pelaksanaan program perhutanan sosial.
Ia menekankan pentingnya kerja sama lintas sektor baik dari pemerintah, masyarakat lokal, akademisi, maupun dunia usaha untuk mempercepat pencapaian target nasional.
Pemerintah menargetkan luas area akses kelola perhutanan sosial mencapai 12,7 juta hektare pada tahun 2030.
“Target perhutanan sosial sesuai amanat Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2023 menetapkan sasaran 12,7 juta hektar akses kelola, 25 ribu KUPS Mandiri, dan 25 ribu pendamping pada 2030,” kata Menhut.
Dengan target tersebut, kata Raja Juli, masih ada ruang kerja yang luas untuk terus ditempuh melalui langkah-langkah yang lebih cepat, terarah, dan sinergis.
Ia menilai, perhutanan sosial tidak bisa berjalan sendiri tanpa dukungan dari berbagai pihak yang memiliki kepentingan terhadap keberlanjutan hutan.
Sebelumnya, Menhut juga menegaskan pentingnya kolaborasi dengan masyarakat adat, masyarakat lokal, dan pihak swasta dalam mewujudkan pengelolaan hutan yang berkeadilan dan berkelanjutan.
“Masyarakat adat dapat melakukan pengelolaan terhadap hutan serta adanya kerja sama dengan lembaga internasional seperti World Wide Fund for Nature (WWF),” katanya.
Selain memperluas akses kelola, Kemenhut juga berupaya memberikan dukungan finansial, pendampingan, serta pembinaan usaha bagi masyarakat hutan.
Melalui langkah-langkah ini, diharapkan kesejahteraan masyarakat meningkat, sementara kelestarian hutan tetap terjaga bagi generasi mendatang.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]