WahanaNews.co | Jelang Idul Fitri
2021, muncul pergerakan tak mengenakkan terkait tata cara pembayaran Tunjangan
Hari Raya (THR) di kalangan pekerja outsourcing
PT PLN (Persero) dengan pihak penyedia tenaga kerja, PT Haleyora Powerindo (PT
HPI).
Anggota DPR RI, Obon
Tabroni, bereaksi ketika mendapat kabar terkait dengan adanya perusahaan
alih daya di lingkungan BUMN yang terindikasi tidak membayar THR secara penuh.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
Disampaikan Obon Tabroni, pihaknya
menerima pengaduan dari sejumlah pekerja outsourcing di lingkungan PLN yang tidak membayar
THR secara penuh.
"Per tanggal 4 Mei 2021, para pekerja outsourcing
di PLN dari berbagai daerah sudah menerima THR. Namun, THR yang
diterima tidak sesuai dengan upah yang biasa diterima setiap bulannya. Padahal, dalam ketentuannya, pekerja yang memiliki masa kerja minimal 1
tahun, besarnya THR yang seharusnya diterima adalah 1 bulan upah secara full (tidak dipotong)," kata Obon, Sabtu
(8/5/2021).
Merujuk pada Pasal 3 ayat (1) huruf (a) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016, "Pekerja/Buruh yang telah mempunyai masa
kerja 12 (dua belas) bulan secara terus menerus atau lebih, diberikan sebesar 1
(satu) bulan upah."
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
Kemudian, pada ayat (2),
pengertian upah 1 (satu) bulan adalah upah tanpa tunjangan yang merupakan upah
bersih atau upah pokok, termasuk tunjangan tetap.
Hal ini juga dipertegas lagi pada
Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/6/HK.04/IV/2021 pada Nomor 2 huruf
(a), bagi pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja 12 (dua belas) bulan
secara terus menerus atau lebih, diberikan sebesar 1 (satu) bulan upah.
Karena itu, Obon meminta agar perusahaan
di lingkungan BUMN, menunjukkan keteladanan dengan membayar
THR secara penuh, khususnya
kepada pekerja alih daya outsourcing.
"Harusnya,
perusahaan di lingkungan BUMN, yang notabene milik negara, menjadi contoh baik dalam pembayaran
THR dan hak-hak buruh yang lainnya," kata Obon Tabroni.
Sekretaris Tim Nasional OS PLN
(SPEE-FSPMI), Machbub, menduga,
permasalahan ini bermula dari dikeluarkannya Perdir PLN Nomor 0219, yang dibuat oleh PLN sebagai rujukan para vendor
dalam perhitungan pembayaran THR.
"Perdir tersebut berusaha menghilangkan
dua komponen upah berupa Tunjangan Tetap, yaitu
Tunjangan Kompetensi dan Tunjangan Delta. Kalau kita berpedoman bahwa tunjangan
tetap adalah tunjangan yang tidak dipengaruhi oleh kehadiran. Tunjangan kompetensi dan tunjangan
delta tersebut diterima setiap bulan oleh pekerja, maka tidak ada alasan untuk
PLN menghilangkan dua komponen upah tersebut," tambahnya.
"Rata-rata,
pemotongan THR pekerja di kisaran Rp 300.000. Jika dikalikan kira-kira 50.000
pekerja outsourcing PLN di seluruh
Indonesia, kira-kira buruh dirugikan Rp 15 miliar," tegas Machbub.
Menurutnya, saat ini seluruh Serikat
Pekerja OS PLN di masing-masing daerah di seluruh Indonesia, yang tergabung dalam Serikat Pekerja Elektronik Elektrik-
Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPEE-FSPMI), sudah merapatkan
barisan untuk melakukan konsolidasi intensif, melaporkan kepada Disnaker serta
Pengawas Ketenagakerjaan setempat.
"Apabila cara-cara perundingan yang
dilakukan mengalami deadlock, yakni pihak perusahaan tetap pada pendiriannya memotong THR para pekerja OS di seluruh
Indonesia, maka dipastikan akan ada suatu gerakan mobilisasi massa besar-besaran pekerja OS PLN se-DKI Jakarta, Jawa Barat, dan
Banten, yang akan mendatangi Kantor PLN Pusat di Jakarta, dan untuk di luar 3 (tiga) wilayah itu akan mendatangi kantor
wilayah PLN di masing-masing daerah," ancamnya.
Haleyora: Kesalahpahaman
Kemudian, perusahaan outsourcing PLN, yakni PT Haleyora Power, mengkonfirmasi ihwal adanya kabar
manajemen tak membayar tunjangan hari raya atau THR kepada pegawai alih dayanya
sesuai ketentuan tersebut.
Perseroan mengklaim telah melaksanakan
kewajiban pembayaran tunjangan tepat waktu, dengan
jumlah seperti yang diatur dalam undang-undang.
"Manajemen Haleyora Power Group
berkomitmen untuk senantiasa mematuhi ketentuan dalam peraturan perundangan
ketenagakerjaan, serta pemenuhan terhadap hak-hak normatif pegawai dan tenaga
kerja, khususnya dalam hal pembayaran THR," kata Corporate Secretary Haleyora
Power, Erwin Ardianto, dalam keterangannya, Kamis (13/5/2021).
Ketentuan yang dimaksud ialah
Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, dan Peraturan Menteri Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari
Raya Keagamaan.
Erwin mengatakan, ada kesalahpahaman di kalangan pekerja.
"Terjadi kesalahpahaman yang muncul di
kalangan tenaga kerja akibat disinformasi terkait perubahan komponen pembayaran
THR 2021," kata dia.
Erwin menjelaskan, kendati terdampak
pandemi Covid-19, Haleyora Power Group memastikan tidak mengurangi jumlah
tenaga kerja dan tetap bisa memenuhi seluruh hak-hak normatif pegawainya.
Ia pun menyebut, perusahaan bisa menyelesaikan masalah.
Sebelumnya, Presiden Federasi Serikat Pekerja
Metal Indonesia (FSPMI), Riden Hatam Aziz, mengatakan, Haleyora Power tidak membayar THR sesuai dengan ketentuan.
Ia menyebut, THR yang
diberikan oleh perusahaan menghilangkan dua komponen tunjangan tetap, yaitu
tunjangan kompetensi dan tunjangan delta.
"Dengan demikian, THR yang diberikan
oleh perusahaan tidak sesuai dengan ketentuan atau kurang dari satu bulan
upah," katanya.
Padahal, kata Riden, sesuai dengan
ketentuan hukum yang berlaku, pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 12
bulan secara terus menerus atau lebih, berhadap mendapat THR sebesar satu bulan
upah.
Besaran upah ini meliputi gaji pokok
dan tunjangan tetap alias tunjangan yang tidak dipengaruhi oleh kehadiran.
FSPMI yang pun berkoordinasi dengan
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).
Kedua organisasi itu meminta agar perusahaan
segera membayarkan kekurangan THR buruh.
"Kami juga meminta Direktur Utama PT
PLN bertanggungjawab terhadap persoalan THR di perusahaan outsourcing PLN. Karena, persoalan ini bermula dari Perdir PLN
Nomor 0219 yang dibuat oleh PLN, dan saat ini menjadi rujukan para vendor dalam
perhitungan pembayaran THR," ujar Riden. [qnt]