“Jika lewat MLT Perumahan, bunganya sebaiknya BI Rate +1 persen, bukan BI Rate +3 persen. Sementara bagi pekerja yang memilih Tapera dengan skema FLPP, bunganya idealnya ditekan menjadi 3 persen dari sebelumnya 5 persen,” ujar Arnod Sihite, yang juga anggota Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional.
Ket foto: Penandatanganan nota kesepahaman (MoU) pembangunan rumah subsidi untuk buruh dilakukan di Kantor Kementerian PKP, Jakarta Pusat, Kamis (10/04/2025), oleh Menteri PKP Maruarar Sirait bersama Menteri Ketenagakerjaan Yassierlil, disaksikan Kepala Staf Kepresidenan Mohammad Qodari, Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti dan Wakil Ketua Umum KSPSI Arnod Sihite (kanan). [WahanaNews.co/Ist]
Baca Juga:
Prabowo Lantik Afriansyah Noor Jadi Wamenaker, Arnod Sihite: Keputusan Tepat untuk Dunia Ketenagakerjaan
Di sisi lain, Arnod juga menyinggung target ambisius pemerintah membangun 3 juta rumah per tahun. Ia menilai realisasi program tersebut masih jauh dari harapan karena keterbatasan anggaran di APBN 2025.
Saat ini, kuota rumah subsidi buruh memang sudah dinaikkan dari 20 ribu menjadi 50 ribu unit, namun KSPSI menilai angka itu belum cukup.
“Dengan target nasional 3 juta rumah per tahun, jatah buruh seharusnya bisa mencapai 100 ribu bukan hanya 50 ribu. Rumah layak adalah kebutuhan dasar pekerja. Pemerintah harus memastikan program ini benar-benar berpihak kepada buruh, bukan sekadar angka di atas kertas,” tegas Arnod.
Baca Juga:
KSPSI Sambut Baik 5 Program Penyerapan Tenaga Kerja, Pemerintah Janjikan Jutaan Pekerjaan
Menurutnya, pembangunan rumah buruh juga harus memperhatikan lokasi agar tidak membebani pekerja dengan ongkos transportasi tinggi.
“Hunian subsidi untuk buruh harus dekat kawasan industri. Kalau dibangun jauh, justru membebani buruh dengan biaya hidup lebih besar,” tambahnya.
Arnod menekankan, program rumah untuk pekerja seharusnya tidak hanya menyasar buruh formal, melainkan juga buruh informal yang selama ini terpinggirkan.