WahanaNews.co | Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD mengungkapkan bahwa semua kebijakan memiliki pengaruh terhadap kesatuan bangsa, baik kebijakan di bidang hukum, ekonomi, politik, sosial, maupun pertahanan dan keamanan, sehingga perlu dievaluasi berkala.
Terkait itu, menurutnya, pada 2021 ini ada isu yang harus dicermati yaitu antara lain, otonomi daerah dan kebebasan berserikat, berkumpul, dan menyampaikan pendapat.
Baca Juga:
MPR Cabut Nama Soeharto dari TAP MPR Nomor 11 Tahun 1998
Demikian disampaikan saat membuka acara Rapat Koordinasi Kesatuan Bangsa (Rakorkesbang) dalam rangka Penyerahan Buku Rekomendasi Kebijakan Kementerian dan Lembaga di Bidang Kesatuan Bangsa Tahun 2021’ pada Selasa (14/12) di Hotel Bidakara, Jakarta. Rekomendasi dilakukan bekerjasama dengan Universitas Udayana, Universitas Andalas, Universitas Brawijaya, dan Universitas Islam Indonesia.
Acara ini dihadiri oleh para pejabat eleson I dari berbagai Kementerian dan Lembaga; serta Rektor dan Dekan dari Universitas Udayana, Universitas Andalas, Universitas Brawijaya, dan Universitas Islam Indonesia.
Menko Mahfud mengatakan, “Penyusunan rekomendasi yang komprehensif diperlukan agar kebijakan kementerian dan lembaga semakin baik dalam mengukuhkan kesatuan bangsa, semakin tepat dan proporsional dalam meletakkan sentralisasi dan desentralisasi, semakin efektif dalam melindungi hak warga negara termasuk melalui pembatasan demi kepentingan umum yang menyeimbangkan antara kebebasan individu dan kepentingan umum.”
Baca Juga:
Pantau 300 laporan PPATK, Menko Polhukam Pamer Kinerja Satgas TPPU
Ia memberi contoh tentang otonomi daerah, bahwa, semangat awal pemberian otonomi daerah tidak dimaknai secara sama pada semua daerah. Masih terdapat daerah-daerah yang “tidak menempatkan” otonomi daerah dalam kerangka kepentingan nasional. Sebab, daerah dengan mudah melahirkan produk-produk hukum daerah yang pada dasarnya dapat mengancam keutuhan bangsa, karena mengandung diskriminasi dan mengancam ke-bhinneka-an.
“Pada ranah ini, kontrol terhadap pemerintah daerah dalam melahirkan produk hukum daerah tentunya menjadi langkah penting. Hanya saja, kontrol dimaksud tidak boleh menegasikan otonomi daerah itu sendiri, sehingga sekalipun terdapat kontrol, daerah tidak kehilangan kesempatan untuk melaksanakan urusan otonominya sendiri,” ujar Mahfud.
Oleh karena itu, menurutnya pengawasan perlu dilakukan secara efektif dan bijak, sehingga tujuan menjaga keutuhan nasional dapat diwujudkan tanpa mengorbankan atau mempersempit ruang otonomi seluas-luasnya yang diberikan UUD 1945 kepada pemerintahan daerah.
Ia juga menyoroti aspek kebebasan berserikat, berkumpul, dan menyampaikan pendapat,
“Tantangan yang kita hadapi saat ini, adalah mulai digunakannya hak dan kebebasan tersebut untuk sesuatu yang bersifat kontraproduktif terhadap keutuhan bangsa. Kebebasan berserikat, berkumpul, dan menyampaikan pendapat yang seharusnya diletakkan dalam kerangka kebaikan hidup berbangsa dan bernegara, tidak jarang dibelokkan untuk mengganggu kepentingan keutuhan bangsa itu sendiri,” ujar Menko.
Ia memaparkan, belajar dari pengalaman negara lain yang tidak jarang runtuh karena tidak terkelolanya kebebasan warga negara secara baik, maka demi kesatuan bangsa dan keutuhan NKRI, tidak boleh ada satu pun gerakan yang mengatasnamakan kebebasan berserikat, berkumpul dan menyampaikan pendapat yang membahayakan keutuhan NKRI.
Mahfud mengatakan, “Setiap orang yang mengatasnamakan kebebasan berserikat, berkumpul, dan menyampaikan pendapat harus menjalankan haknya tersebut secara lurus, dan bukan untuk menimbulkan kemudharatan bagi eksistensi NKRI.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi VI Bidang Koordinasi Kesatuan Bangsa Kemenko Polhukam, Janedjri M. Gaffar menyampaikan bahwa, upaya menjaga kesatuan bangsa tentu akan selalu mendapatkan tantangan dan ujian tertentu seiring dengan perkembangan waktu dan perubahan situasi yang terjadi di tengah masyarakat. Sebagai konsekuensinya, setiap kebijakan dan program yang bersentuhan dengan kesatuan bangsa tentunya perlu dievaluasi secara berkala.
Janedjri memaparkan bahwa, evaluasi kebijakan ditujukan untuk memeriksa kembali titik lemah kebijakan dan program yang ada untuk tujuan melahirkan rekomendasi perbaikan, sehingga upaya menjaga kesatuan bangsa melalui berbagai kebijakan dan program tetap dapat diwujudkan secara optimal.
“Karena tidak semua permasalahan kesatuan bangsa bisa diselesaikan sendiri, maka pada kesempatan ini, kami memberikan langsung kajian dan rekomendasi solusi untuk mengatasi berbagai permasalahan dalam menjaga kesatuan bangsa. Langsung kami berikan ke Kementerian dan Lembaga terkait, dan tentu saja kami lakukan monitoring lebih lanjut,” ujar Janedjri.
Pengkajian kebijakan kementerian dan lembaga pada tahun 2021 dilakukan oleh Deputi VI Bidang Koordinasi Kesatuan Bangsa Kemenko Polhukam bekerja sama dengan empat Perguruan Tinggi; Universitas Udayana, Universitas Andalas, Universitas Brawijaya, dan Universitas Islam Indonesia, dan didukung oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, Kementerian Hukum dan HAM,
Fokus pengkajian isu strategis 2021 adalah: satu, Proporsionalitas Pembagian Urusan Pemerintahan Pusat dan Daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, dilakukan bekerja sama dengan Universitas Udayana. Kedua, Pembentukan dan Pengawasan Produk Hukum Daerah dalam Menjaga Kesatuan Bangsa, dilakukan bekerja sama dengan Universitas Andalas.
Ketiga, Kebebasan Berpendapat, Berkumpul, dan Berserikat dalam kerangka Kesatuan Bangsa, dilakukan bekerja sama dengan Universitas Brawijaya. Dan keempat, Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang Berkeadilan dalam rangka Memperkukuh Kesatuan Bangsa, dilakukan bekerja sama dengan Universitas Islam Indonesia.
Pengkajian kebijakan kementerian dan lembaga dilakukan sejak bulan April 2021, dengan menggunakan metode sosio-legal, yang mengembangkan metode perkawinan (mix legal studies) antara metode hukum dengan ilmu sosial. [qnt]