Alasannya, Indonesia merupakan negara
dengan potensi EBT yang melimpah.
Dengan demikian tidak perlu khawatir
pasokan EBT berkurang bila pembangkit fosil dinonaktifkan satu saat nanti.
Baca Juga:
Pemadaman Listrik Besar-besaran Landa Spanyol dan Portugal: Transportasi Lumpuh Total
"Kalau di luar negeri pada 2050
(pembangkit fosil nonaktif). Kita bisa tahun 2040-2050 kalau kita serius
mengembangkan potensi energi hijau yang kita miliki," ujar Wilson.
Menurut Wilson, jika pasokan energi
terbarukan memadai, pemerintah bisa mengalihkan subsidi bahan bakar minyak
(BBM) untuk subsidi bunga kredit proyek EBT, seperti proyek Pembangkit Listrik
Tenaga Air (PLTA), Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB), Pembangkit Listrik
Tenaga Surya (PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm), Pembangkit
Listrik Tenaga Biogas (PLTBg), Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), dan
Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro (PLTMH).
Dengan potensi yang ada, Wilson
Maknawi memproyeksikan Indonesia bisa sepenuhnya menggunakan pembangkit ramah
lingkungan dalam 20 tahun ke depan.
Baca Juga:
DLH DKI Jakarta Sebut Aksi Padam Lampu 60 Menit Kurangi 297 Ton Emisi Karbon
Perhitungannya, 10 tahun pertama agar
pembangkit berbasis fosil yang baru beroperasi bisa kembali modal.
Sedangkan lima tahun sisanya merupakan
masa transisi untuk mengurangi pemakaian pembangkit fosil. [qnt]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.