WahanaNews.co | Menteri Sosial (Mensos), Tri Rismaharini memberikan tanggapan soal temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyebut penyaluran bantuan sosial (bansos) kepada 10.249 keluarga penerima manfaat (KPM) tidak tepat sasaran.
Hal itu diketahui dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dari Sistem Administrasi Direktorat Jenderal Administrasi Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Ditjen AHU Kemenkumham) tahun 2022.
Baca Juga:
Mensos Risma Dapat Pujian dari Profesor Asien-Afrika Institut di Universität Hamburg Jerman
Pada sistem AHU, bansos disebut tidak tepat sasaran karena di antara penerima KPM tercatat menempati posisi direksi atau pejabat di sejumlah perusahaan.
Risma bilang bahwa Kemensos telah membekukan data dimaksud dan mengeluarkannya dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) karena dianggap tidak sinkron.
"Tercatat penerima bansos itu adalah direksi atau pejabat perusahaan itu. Padahal kalau dicek orangnya miskin, ada yang cleaning service, ada yang buruh. Mereka tercatat sebagai pengurus atau pejabat di perusahaan itu, nah tapi realitanya mereka miskin," kata Risma dalam konferensi pers di Kantor Kemensos, Jakarta, Jumat (13/1).
Baca Juga:
Mensos Risma Dapat Apresiasi dari Forum Infrastruktur OECD Terkait Orientasi Pembangunan Infrastruktur Bencana
Risma mengaku sudah bertemu dengan Menkumham Yasonna Laoly terkait hal tersebut.
Nantinya akan dilakukan pengecekan data sebelum perusahaan melakukan registrasi ke Kemenkumham.
"Sudah saya sampaikan kemarin, keputusan kita, harus kita berikan syok terapi. Kita akan cut dan mereka nanti menyampaikan 'wong saya miskin'. Silakan nanti komplain ke kita, kita akan evaluasi," kata Risma.
Risma juga telah membicarakan permasalahan tersebut dengan aparat penegak hukum dan perguruan tinggi mengenai solusi tersebut.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Bidang Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pahala Nainggolan mengatakan basis pemadanan data KPM bansos adalah NIK (Nomor Induk Kependudukan).
Terkait 10.249 KPM bansos yang tidak tepat sasaran, Pahala menjelaskan bahwa sejumlah perusahaan meminjam KTP warga.
"Nah, waktu ke AHU itu kan pendaftaran perusahaan rupanya pinjam KTP segala macam. Di tempat kerja ini orang ternyata hanya orang yang bukan menjalankan perusahaan," ujar Pahala.
Berangkat dari itu, Pahala pun meminta Kemenkumham memperbaiki data di dalam sistem AHU.
Menurutnya banyak program bansos menggunakan NIK dengan nama-nama di sistem AHU yang belum terverifikasi.
"Menurut kami kan ke AHU minta diperbaiki," imbuhnya. [rgo]