WAHANANEWS.CO, Jakarta - Anggota Panitia Khusus (Pansus) Haji DPR RI, Saleh P Daulay, menyatakan kekecewaannya terhadap Kementerian Agama (Kemenag) karena dianggap tidak berperan dalam menciptakan rasa keadilan bagi calon jemaah haji.
Ia menyoroti Kemenag yang tidak menetapkan batas atas biaya bagi calon jemaah haji khusus, sehingga Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) bisa menetapkan biaya yang sangat tinggi.
Baca Juga:
Soal Pemberitaan Anggota DPR Terima Suap Haji, MKD Minta Tempo Klarifikasi
Hal ini, menurutnya, dapat merusak sistem antrean calon haji yang sudah ada.
Dalam rapat pansus haji bersama Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kemenag, Jaja Jaelani, pada Senin (9/9/2024), Saleh mengungkapkan bahwa ada jemaah yang membayar hingga Rp 1,1 miliar untuk haji melalui kuota khusus.
“Saya bacakan pesan anggota Komisi VIII, dia bilang ini bukti pelunasan biaya haji dengan travel ini, untuk dipergunakan sebagaimana mestinya. Bapak tahu dia bayar berapa? Dia bayar 71.700 dollar AS,” kata Saleh, dikutip dari tayangan YouTube TVR Parlemen, Rabu (11/9/2024).
Baca Juga:
Kepulangan Jamaah Haji di Pandan, Tapteng: Suatu Tradisi Baru yang Penuh Makna
"Kalau saya kalikan Rp 16.000, itu menjadi Rp 1.147.200.000. Ini adil enggak sih? Di mana peran Kemenag di sini? Ini orang mau masuk surga harus bayar ini sekarang. Apa-apaan haji sampai Rp 1,1 miliar begini, yang (haji) furoda saja enggak sampai segini," tambahnya.
Menanggapi hal ini, Jaja menjelaskan bahwa Kemenag menetapkan setoran awal bagi calon jemaah haji khusus sebesar 4.000 dolar AS, dengan pelunasan sebesar 4.000 dolar AS juga.
"Kita hanya menentukan batas minimalnya. Batas atasnya kita tidak menentukan. Enggak ada itu dalam undang-undang," ujar Jaja.
Menurutnya, besaran biaya akhir yang dibayar oleh calon jemaah haji khusus merupakan kesepakatan antara calon jemaah dengan PIHK.
"Batas atas (biaya) adalah kesepakatan antara jemaah dan PIHK," jelas Jaja.
Pansus Haji juga mempertanyakan kejanggalan terkait 3.503 jemaah haji yang langsung berangkat pada tahun 2024, padahal mereka seharusnya menunggu hingga 2031.
Jaja menjawab bahwa jemaah tersebut sebenarnya dijadwalkan berangkat pada 2030-an, tetapi karena adanya sisa kuota sekitar 4.000, kuota tersebut dimintakan kepada PIHK untuk diisi.
"Saya sudah sampaikan kepada PIHK untuk mengisi kuota tambahan setelah kuota 10.000 diisi. Dari nomor urut 9.400, masih ada sekitar 4.000 kuota tersisa," kata Jaja.
Terkait jemaah yang langsung berangkat tanpa masa tunggu, Jaja mengatakan bahwa PIHK melaporkan banyak calon jemaah yang tidak siap, sehingga jemaah lain bisa menggantikan mereka berdasarkan sistem antrean di PIHK.
"Kami sudah sampaikan ke PIHK, silakan diisi nomor berikutnya, tapi tidak semua jemaah yang siap. Mereka bilang banyak yang tidak siap, sehingga mengikuti nomor antrean di PIHK," ungkap Jaja.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]