WahanaNews.co |
Soal pengumpulan massa Habib Rizieq Syihab beberapa waktu lalu, tracing, dan
tes usap, pemerintah Indonesia menegaskan bahwa Imam Besar FPI itu tak perlu
takut menyampaikan keterangan pada pihak Kepolisian dan lembaga terkait
lainnya.
Baca Juga:
Pemerintah dan DPR Apresiasi Langkah PLN Resmikan HRS Pertama di Indonesia
"Oleh sebab itu dimohonkan M. Rizieq Shihab untuk
kooperatif dalam rangka penegakan hukum. Kalau merasa diri sehat tentu tidak
keberatan untuk memberikan keterangan demi keselamatan bersama," ujar
Menko Polhukam Mahfud MD, dalam konferensi pers yang dilakukan Minggu
(29/11/2020) malam.
Dia menambahkan apabila Rizieq Shihab sebelumnya sehat, maka
ada potensi dia tertular oleh orang lain ketika terjadi kerumunan. "Secara
teknis kesehatan itu sangat membahayakan adalam penularan Covid-19," ujar
Mahfud.
Mahfud menegaskan bahwa Pemerintah sangat menyesalkan sikap
Rizieq Syihab yang menolak untuk dilakukan penelusuran kontak mengingat pernah
melakukan kontak erat dengan pasien Covid-19.
Baca Juga:
Lebih Murah dan Ramah Lingkungan, PLN Siapkan Hidrogen Jadi Energi Alternatif
"Pemerintah akan melakukan langkah dan tindakan tegas
bagi yang melanggar ketentuan keselamatan dan kesehatan masyarakat. Terkait
dengan itu maka pemerintah menegaskan akan terus dilakukan proses-proses hukum
sesuai dengan hukum yang berlaku demi keselamatan bersama," ujar Mahfud.
Mahfud menambahkan bahwa pemerintah juga akan meminta
keterangan RS Ummi Bogor dan Mer-C terkait hal ini. RS Ummi Bogor diketahui
sempat merawat Rizieq Shihab, sementara Mer-C disebut-sebut melakukan tes swab
terhadap Habib Rizieq dan hasilnya tidak dipublikasikan.
"Dimintai keterangan mungkin hanya data teknis, jadi
tidak mesti bersalah dan tidak harus dianggap melanggar undang-undang. Tapi
dimintai keterangan harus datang, harus kooperatif," ujar Mahfud.
Mahfud juga mengatakan pada dasarnya Mer-C itu tidak
mempunyai laboratorium untuk mengetes Covid-19. "Dan tidak terdaftar dalam
jaringan yang memiliki kewenangan untuk melakukan tes," ujarnya.
Mahfud mengatakan pada dasarnya data pasien memang dilindungi
oleh undang-undang 36 tahun 2009 tentang kesehatan. Namun, ada juga
undang-undang yang membolehkan medical record pasien bisa dibuka dengan alsan
tertentu. Undang-undang tersebut adalah UU 29/2004 tentang praktek kesehatan
dan UU 4/11984 tentang Wabah Penyakit Menular.
"Di sini berlaku dalil lex specialis derogat legi
generalis. Bahwa ada hukum khusus ketentuan umum bisa disiampan untuk tidak
harus diberlakukan," ujar Mahfud.
Untuk itu, Mahfud menegaskan agar siapa pun tidak
menghalang-halangi petugas pemerintah yang melakukan testing dan tracing.
"Maka menghalang-halangi petugas untuk melakukan upaya
menyelamatkan masyarakat maka siapapun bisa diancam KUHP pasal 212 dan pasal
216," ujarnya. [dhn]