WAHANANEWS.CO, Jakarta - Dalam momentum peringatan Hari Pendidikan Nasional yang penuh makna, isu kenakalan remaja kembali menjadi sorotan serius.
Di tengah tantangan zaman yang semakin kompleks, dunia pendidikan tak hanya dituntut memberikan ilmu, tetapi juga membentuk karakter yang kuat.
Baca Juga:
Dedi Mulyadi Gelar Program Pembinaan Bagi Siswa Terlibat Kriminal di Barak Militer
Isu kekerasan oleh pelajar belakangan ini mencerminkan kegentingan yang tak bisa hanya disikapi dengan wacana.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, memimpin langsung upacara peringatan Hari Pendidikan Nasional pada Jumat (2/5/2025), di Kota Bandung.
Dalam kesempatan itu, Dedi menyampaikan pidato menyentuh kepada seluruh peserta upacara, termasuk para pelajar dari berbagai sekolah.
Baca Juga:
Dedi Mulyadi Mendapat Dugaan Ancaman Pembunuhan, Polda Jabar: Kami Monitoring!
Dalam sambutannya, Dedi menyoroti kasus kekerasan brutal yang dilakukan oleh seorang siswa SMP di Jawa Barat terhadap anggota keluarganya sendiri hingga mengakibatkan kematian.
Dengan nada prihatin, ia mempertanyakan siapa yang sebenarnya mampu menyelesaikan persoalan pelik seperti itu.
“Pertanyaannya sekarang, siapa yang bisa menangani kasus seperti ini? Orang tuanya sendiri sudah tak sanggup,” ujar Dedi dengan nada tegas.
Ia lalu mengajak para peserta upacara merenungkan maraknya komentar tentang kenakalan remaja yang hanya berhenti pada pengamatan dan ocehan semata.
“Apakah cukup hanya diamati saja? Apakah hanya dikomentari saja tanpa tindakan nyata?” tanyanya kepada hadirin.
Dedi kemudian menantang para pihak yang gemar melontarkan komentar namun enggan turun langsung ke lapangan.
Ia memberikan contoh konkret mengenai kondisi malam hari di sejumlah wilayah Jawa Barat.
“Kepada mereka yang rajin berkomentar, coba deh, jam 12 malam naik motor sendirian. Silakan keliling di Tasikmalaya jam segitu,” ucapnya.
Tak hanya Tasik, Dedi juga menyebut wilayah lain seperti Cirebon, Depok, Bogor, dan Karawang.
“Coba keliling di Karawang tengah malam. Kalau berani. Kenapa? Karena memang suasananya sudah menyeramkan,” tambahnya.
Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa saat ini mulai bermunculan dukungan masyarakat yang mendukung kebijakan pendidikan berbasis disiplin, salah satunya melalui program pendidikan semi-militer bagi anak-anak yang dianggap bermasalah.
“Hari ini, saya sudah banyak menerima komentar. Ada yang bilang, ‘Pak, anak saya memang nakalnya nggak seberapa, tapi bolehkah ikut program ini supaya bisa bangun pagi?’” ceritanya.
Dedi juga mengungkapkan bahwa respons positif bahkan datang dari luar Jawa Barat.
“Dari Jawa Timur ada yang bilang, ‘Anak saya biasanya susah banget bangun pagi. Tapi setelah saya perlihatkan video tentang program ini, sekarang dia langsung bangun lebih cepat karena takut dikirim ke Jawa Barat’, padahal kami di Jatim,” ungkapnya sambil tersenyum.
Menurutnya, Indonesia tidak akan pernah tuntas menyelesaikan permasalahan kenakalan remaja jika hanya mengandalkan pendekatan verbal tanpa aksi nyata.
“Permasalahan seperti ini tidak bisa diselesaikan hanya dengan berbicara terus-menerus. Harus ada tindakan konkret,” tutup Dedi.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]