WahanaNews.co | Ketua
Majelis Permusyawaratan Rakyat Bambang Soesatyo mengungkapkan Presiden Joko
Widodo khawatir pembahasan amandemen Undang-Undang Dasar 1945 jadi melebar.
Baca Juga:
Dalam Sesi Doa, MUI Harap Presiden Prabowo Bangun Demokrasi dan Berantas Korupsi
"Kekhawatiran itu justru datang dari presiden,"
kata Bamsoet kepada Tempo, Sabtu, 14 Agustus 2021.
Jokowi mengungkapkan kecemasannya ini saat sejumlah pimpinan
MPR bertanya ihwal isu perubahan dan perpanjangan masa jabatan presiden. Mereka
bertemu di Istana Bogor pada Jumat, 13 Agustus 2021.
Bamsoet mengatakan, pembicaraan tersebut terjadi saat
membahas pokok-pokok haluan negara (PPHN) yang diusulkan melalui Tap MPR.
Adanya PPHN, yang dulu bernama GBHN, ini merupakan salah satu rekomendasi MPR
periode 2014-2019.
Baca Juga:
Jokowi Minta MPR RI Sukseskan Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Terpilih
Bamsoet berujar, amandemen konstitusi hanya akan menambahkan
satu ayat di Pasal 3 tentang kewenangan MPR membuat dan menetapkan PPHN. Serta
satu ayat di Pasal 23 tentang kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat untuk menolak
atau mengembalikan RAPBN untuk diperbaiki jika tidak sesuai dengan PPHN.
Menurut Bamsoet, Presiden Jokowi khawatir amandemen justru
menjadi kotak pandora dan melebar ke isu selain PPHN. Jokowi juga menyinggung
ihwal potensi adanya pihak yang mendorong perubahan masa jabatan presiden.
"Beliau mempertanyakan apakah ini tidak berpotensi
membuka kotak pandora sehingga melebar termasuk nanti ada yang mendorong-dorong
perubahan periodisasi presiden menjadi tiga periode," ujar Bamsoet.
Bamsoet menuturkan, ia lantas menjelaskan tata cara yang
diatur di Pasal 37 Undang-Undang Dasar 1945 tentang amandemen. Dia mengatakan
ketentuan itu sudah rigid dan kecil kemungkinan pembahasan akan melebar.
Pasal 37 UUD 1945 ayat (1) menyebutkan bahwa usul perubahan
pasal-pasal konstitusi dapat diagendakan dalam sidang MPR apabila diajukan oleh
sekurang-kurangnya satu pertiga dari jumlah anggota MPR. Ayat (2) menyebutkan,
setiap usul perubahan pasal-pasal UUD diajukan secara tertulis dan ditunjukkan
dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.
Lalu ayat (3) mengatur bahwa untuk mengubah pasal-pasal UUD,
sidang MPR dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah anggota
MPR. Adapun ayat (4) menyatakan bahwa putusan untuk mengubah pasal-pasal UUD
dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya 50 persen plus satu anggota
MPR.
Setelah mendengarkan penjelasan itu, kata Bamsoet, Presiden
mengembalikan keputusan ihwal amandemen itu kepada parlemen dan partai politik.
"Beliau menyerahkan sepenuhnya kepada mekanisme yang ada termasuk kepada
partai politik. Menurut beliau itu domain parlemen," kata politikus Partai
Golkar ini.
Sebelumnya, Wakil Ketua MPR Syarief Hasan mengaku menanyakan
ihwal potensi melebarnya pembahasan amandemen konstitusi kepada Presiden
Jokowi. Ia menyinggung adanya pihak-pihak yang mengusulkan perubahan masa
jabatan presiden.
"Kalau Presiden sendiri, saya tahu Pak Presiden sendiri
tidak setuju, tapi itu kan beberapa tahun yang lalu, nah kalau sekarang
bagaimana? Karena kan yang kami takutkan nanti melebar," ujarnya
Presiden, kata Syarief, menyatakan tak mencampuri amandemen
UUD 1945 konstitusi karena merupakan domain MPR. Namun, dia melanjutkan,
Presiden mengakui adanya potensi pembahasan yang melebar ke isu selain PPHN. [qnt]